Kamis, 23 Juni 2016

Kenangan Indah Di Bus Super Eksekutif

Hujan turun demikian derasnya, Jakarta kembali kebanjiran akibatnya macet dimana mana. Jam baru menunjukkan pukul 15:20, antrian di depan pintu toll Rawamangun sudah hampir mencapai lampu merah Hutan kayu. Tdk ada lagi yg dapat aku lakukan untuk keluar dari lingkaran kemacetan ini, karena posisi mobilku sudah ditengah, kiri kanan.. Kena, begitu juga depan dan belakang.
Cerita Sex Terbaru | Persis diantrian sebelah kiri kulihat seorang gadis dengan rambut dikepang 2 memandangi kemacetan dengan senyum dikulum. Mungkin bagi dia tdk ada yg perlu dipermasalahkan, tinggal duduk enak dikursi bus yg empuk sambil menikmati musik dan menonton taygan video. Lain halnya dengan aku yg harus terus menerus menginjak kopleng dan rem serta stress takut bersenggolan dengan kendaraan lain, betul betul capek lahir bathin.

 Jakarta-Pekanbaru PP, demikian yg tertulis dikaca depan bus tersebut. Ini adalah salah satu bus terbaik yg masih setia melayani trayeknya walaupun terus menerus digempur dengan tarif super murah oleh perusahaan penerbangan. Dengan sedikit mengangkat kepala aku dapat melihat keseluruhan dari bus tersebut, warnanya kombinasi kuning, hijau dan dipermanis dengan garis garis warna ungu dibahagian belakangnya. Isinya hanya 6 orang, berarti 3 awak bus plus 3 penumpangnya.
Cerita Ngentot | Sungguh saat ini adalah masa masa sulit buat pengusaha bus jarak jauh, apalagi dengan trayek dari Jakarta ke kota kota di pulau Sumatera. Harga tiket pesawat adakalanya lebih rendah dari pada harga karcis bus executive. Tdk cukup dengan derita itu saja, jalan jalan disepanjang lintas Sumatra kondisinya betul betul menggenaskan. Kita tdk bisa lagi memilih” Jalan mana yg akan ditempuh, tetapi mesti memilih lobang mana yg akan dimasuki” yg tersisa bukan lagi jalan tetapi lobang yg sambung menyambung dengan panjang ribuan kilometer.
Sorry nglantur..!, bus dan gadis tersebut tiba tiba mengusik kenangan lamaku dengan seorang gadis dari Pekanbaru. Apalagi dari station FM yg kustel sebagai penghilang jemu, berkumandang lagu lama” When a man love a woman” oleh Michael Bolton. Lengkaplah sudah pemicu layar kenangan tersebut, semua tiba tiba tergambar dengan jelas di depan mata. Kejadiannya terjadi beberapa tahun yg lalu, waktu itu musim kemarau sedang berada dipuncaknya. Disepanjang pulau Kalimantan dan pulau Sumatera terjadi kebakaran hutan yg maha hebat.
Asap menyelimuti hampir sepertiga dari wilayah Indonesia malah sampai menyeberangi selat Melaka, dengan menutup rata Singapura serta membuat hilangnya cahaya matahari di beberapa negara bahagian di Malaysia. Pelabuhan udara Sultan Syarief Kasim, Pekanbaru sudah 1 mingu ditutup karena jarak pandang yg hanya beberapa meter saja. Jangankan buat pilot pesawat yg butuh jarak pandang yg jauh, para pengemudi kendaraan bermotorpun sudah sangat kesulitan untuk melaju dengan aman di jalan raya.
Aku baru saja menyelesaikan tugas di salah satu perusahaan minyak di Duri dan harus segera kembali ke Jakarta, tdk ada kamus menunggu dalam pelaksaan tugas dari kantorku. Apa boleh buat aku mesti kembali dengan menumpang bus antar Kota dan antar Propinsi. Aku sudah membayangkan ketdknyamanan yg akan dialami selama lebih kurang 36 jam diatas bus dengan menelusuri jalan lintas sumatera sepanjang 1350 km dan melintasi 4 propinsi di lintas tengah. Tetapi rupanya bayangan tdklah selalu sejalan dengan kenyataan.
Jam 2 siang aku tiba di loket sebuah perusahaan bus jarak jauh yg direkomendasikan oleh salah seorang teman sebagai salah satu perusahaan bus yg memiliki armada dan pelayanan terbaik di Indonesia. Begitu memasuki loket aku mulai ragu” masih ada tempat nggak” aku bergumam dalam hati, soalnya penumpang sudah begitu ramainya, maklum disamping karena bandara ditutup, hari itu juga bertepatan dengan hari pertama libur sekolah secara nasional.. Semua bangku diruang tunggu penuh terisi. Disetiap sudut terlihat koper dan kardus yg berisikan barang bawaan calon penumpang semrawut, bergeletakan dan membuat kaki sulit dilangkahkan.
“Abang mau kemana bang,” suara lembut petugas loket menyambut kedatanganku.
Dia duduk dibelakang meja panjang yg berbentuk siku siku, sehingga sekaligus menjadi pemisah antara petugas dengan para penumpang.
“Ke Jakarta dik, masih ada tempat nggak,” aku menjawab sambil melirik belahan bajunnya yg sedikit terbuka.
Persis di payudara kirinya tertulis namanya ‘Sulistyowati’. Dik Sulis ini berwajah asli solo dengan kulit kuning langsat dan sangat serasi dengan seragam yg dia pakai yaitu kombinasi hijau, kuning dan ungu.
“Wah.. Abang sungguh beruntung”
“Maksudnya..”
“Tuh.. Ibu itu baru saja membatalkan keberangkatannya, kalau tdk, Abang kena menunggu tiga hari untuk dapat tiket,” dia berkata sambil menujuk pada seorang Ibu yg baru saja lewat disampingku.
“Oh.. Terimakasih Dik Sulis,” aku berkata sambil lebih mebungkukkan badan untuk dapat lebih jelas melihat belahan bajunya.
Wouw dia punya payudara cukup subur, mungkin 36B kali.
“Nih tiketnya bang,” dia menyerahkan tiket sambil menyebutkan ongkos yg mesti kubayar.
Cukup mahal memang, tetapi dibandingkan dengan tarif pesawat harganya tdklah sampai tiga puluh persennya. Aku segera membayar harga tiket dan berlalu untuk mecari tempat duduk. Kulepaskan pandangan kesekeliling ruangan, tetapi semua bangku penuh, dan orang orang yg berdiri justru lebih banyak dari yg kebagian tempat duduk. Dalam hati aku berkata,
“Aduh.. Ini baru jam setengah tiga sedangkan jadwal busku jam empat, berdiri 1 jam setengah lumayan juga” Aku mengoyg goygkan kaki sambil mengamati tiketku.
Rupanya bus yg akan kutumpangi betul betul bus yg istimewa. Mereka menamakannya bus” Super Executive”. Sebuah sebutan yg pantas menurutku. Di jajaran sebelah kiri hanya ada satu tempat duduk berjejer kebelakang sedangkan disebelah kanan terdiri dari dua buah tempat duduk. Bangku bangkunya dilengkapi dengan foot leg dan berbusa empuk persis seperti kursi executive class di pesawat.
Di antara sisi tempat duduk dan kaca jendela dijepitkan beberapa bantal kecil berwarna biru muda. Disandaran kepala terdapat selimut hangat dengan warna mirip bendera Italy, merah, putih dan hijau. Persis diatas kepala terdapat dua buah ventilasi ac yg dapat dirubah baik volume maupun arah semprotannya. Melengkapi itu semua adalah sebuah TV 17 inchi tergantung diplatfon disebelah kiri pengemudi, sehingga memungkinkan semua penumpang melihatnya dengan jelas.
Audionya keluaran salah satu pabrik di Jerman, suaranya jernih dan lembut karena dilengkapi dengan subwoover.
Dibelakang tersedia sebuah toilet yg dilengkapi dengan tissue, air, gayung dan sebuah cermin kecil didindingnya, tetapi ini ‘Hanya Untuk Buang Air Kecil’ demikian sederet tulisan di depan pintu masuk. Tak lupa mereka juga memanjakan para perokok dengan menyediakan ruang khusus untuk merokok atau smoking area.
“Para penumpang jurusan Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya dipersilahkan menaiki kendaraan, karena bus anda akan segera diberangkatkan” Lamunanku terputus dikejutkan oleh suara halus dari pengeras suara dan aku bergegas meninggalkan foto besar yg memamerkan interior bus yg tergantung didinding. Tiba tiba semua penumpang berdiri serentak dan suara suara yg keluar dari mulut mereka sungguh beraneka ragam.
“Oi capeklah baok barang tu.. A” Itu pasti orang Minang, yg populasinya didaerah Riau cukup besar.
“Wes sampeyan naek dulu..” Ini kayaknya dari Surabaya, orangnya kalem berjaket kulit warna hitam, sedangkan temannya memakai kaos warna hijau Persebaya dengan dua gigi emas yg sangat menonjol.
“Tos.. Teteh naik di payun atuh,” nggak salah lagi urang Sunda, mungkin mau ke Bandung.
Aku yg tadinya mau buru buru naik ke atas bus jadi terkesima melihat kesibukan mereka. Ada yg bersalaman, berangkulan dan ada yg saling menggeserkan pipi mereka, bersalaman gaya Arab.. “Silahkan Bang” Si Sulis tersenyum sambil merentangkan tangannya.. Aku melangkah naik ke atas bus dengan menginjak keranjang plastik tempat teh botol sebagai alat bantu untuk mencapai tangga utama yg cukup tinggi.
Dalam hati aku bertanya,”Tempat dudukku nomor berapa ya” memang dari tadi aku tdk sempat mencek hal itu. Rupanya aku harus duduk di kursi no. 4C, berarti deretan ke empat dari depan berada disisi sebelah kanan atau bangku dua dua dan persis dipinggir jendela. Wah kebetulan ini adalah tempat duduk favouritku kalau naik bus, karena dengan duduk disamping jendela aku bisa melepaskan pandangan kesegala arah sehingga perjalanan tdk terlalu membosankan. Aku meletakkan tas ku dirak tepat diatas kepala dan memasukkan beberapa koran serta majalah ke dalam kantong pada bagian belakang, bangku depan.
“Bapak bapak dan Ibu ibu selamat datang di atas bus super executive kami, dan semoga perjalanan anda selamat sampai ditujuan”. Sulis si cewek bertetek besar memberikan kata sambutan persis kayak pramugari dipesawat.
“Bus ini dilengkapi dengan AC, karena itu kami minta anda yg merokok untuk hanya menikmati rokoknya di smoking area yg telah kami sediakan.” Wah.. Si Sulis kembali melanjutkan kata pengantarnya sambil berjalan pelan ke arah tempat dudukku.
“Dibelakang juga tersedia toilet tetapi hanya dipergunakan untuk buang air kecil saja, kecuali jika anda semua sepakat untuk bersama sama menikmati bau e e..” Sulis tdk melanjutkan kalimatnya karena hampir semua penumpang tertawa terbahak bahak.
“A.. Indak do, indak talok dek awak manahan baun nyo do” Ibu ibu dibelakangku memberikan komentarnya dalam bahasa Minang.
“Baiklah para penumpang sekalian, terimakasih atas pilihan anda terhadap armada kami dan selamat jalan” Sulis segera meminta tanda tangan pengemudi sebagai pengesahan surat jalan dan meberikan beberapa copynya kepada kondektur untuk disimpan, kemudian dia menghadiahkan sejumput senyum manis ke arahku sambil melambaikan tangannya.
“Oh.. Sulis, seandainya aku punya sedikit waktu untuk bisa menginap di Pekanbaru, maka aku yakin kesuburan gunung payudaramu akan dapat kudaki, tetapi.. Yah.. Pekerjaan tdk mengenal waktu untuk menunggu” Setelah kondektur bus selesai membagikan snack, kendaraan mulai bergerak menuju Jakarta dan kulihat jam tanganku persis menunjukkan pukul 4 sore. Wah..
Aku salut atas cara kerja yg profesional dari segenap crew dan pengurus bus, yg dapat mengalahkan perusahaan penerbangan dalam soal tepat waktu keberangkatan. Lho ada yg aneh kok bangku disebelahku no. 4B masih kosong!!
“Bang ini bangku kosong ya” aku bertanya ke kondektur bus yg berseragam ungu kombinasi hijau.
“Tdklah bang, mana ada tempat kosong sekarang ini, kayaknya penumpang pesawat tumplek semua kesini, apalagi kan libur sekolah!” dia berkata sambil membetulkan letak barang barang bawaan penumpang agar tdk terjatuh selama dalam perjalanan.
“Tapi.. Ini kosong kok” aku penasaran sambil menepuk nepuk bangku tersebut dengan tangan kiriku.
“Penumpangnya naik di Teratak Buluh” (nama sebuah kampung diluar kota Pekanbaru)
“Oh..” Aku terdiam sambil mengamati deretan toko toko yg berlalu satu persatu seiring dengan kecepatan bus yg makin meningkat.
Pekanbaru, ibukota propinsi Riau memang berkembang dengan pesatnya, maklum dengan kandungan minyak serta gas alam yg melimpah dan potensi hutan yg kaya dengan kayu untuk industri, maka tak heran bangunan bangunan baru seperti kantor pemerintah, ruko dan malah plaza plaza bermunculan dimana mana. Apalagi saat ini perkebunan kelapa sawit dalam skala besar sudah mulai menghasilkan minyak yg pada dasarnya juga akan ikut menaikkan PAD daerah dan memperkuat daya beli masyarakat.
Tetapi satu hal yg selalu menghantui fikiranku adalah” Apakah warga Pekanbaru asli akan bernasib sama dengan saudaranya orang Betawi yg tdk bisa menjadi tuan di tempat kelahirannya sendiri” Semoga tdk demikian, karena factor budaya dan adat istiadat meraka sangat berbeda, sehingga cara pandang mereka terhadap para pendatang juga sangat berbeda.
“When a man love a woman” alunan lembut suara serak Michael Bolton membuat fikir ku merasa rileks, apalagi didukung oleh tempat duduk yg sangat nyaman. Kurebahkan sandaran bangku kebelakang, foot leg kunaikkan selimut segera kututupkan kekaki karena dinginnya ac mulai terasa dan bantal kecil kupeluk buat menghangatkan bagian perut yg terasa kembung diterpa udara dingin Wah aku betul betul surprise, nggak nygka kalau ada bus yg demikian bagusnya, sehingga tempat duduknya bisa dirubah menjadi tempat tidur yg cukup memadai buat ditempati selama 36 jam kedepan.
Pelan tetapi pasti, seiring alunan lagu dan buaiyan lenggak lenggok bus dalam menapaki setiap tikungan maka mataku mulai berat “Tidur.. Ah..” Aku nggak bisa ceritakan seperti apa aku tidur waktu itu.. He he he, yg pasti tidurku begitu nyenyaknya sehingga sama sekali aku tdk menyadari kalau disampingku sekarang telah duduk seorang gadis cantik yg rupanya naik di Teratak Buluh.
“Maaf Bang kalau tidurnya terganggu”
“Oh.. Nggak” Aku bangun sambil memastikan tdk ada setetes ilerpun yg tak terkontrol sehingga keluar melampaui garis bibir dan dengan ujung telunjuk kubersihkan taik mata yg mungkin nongol disudut sudut mata.
Syukur kali ini aku nggak tidur ngiler dan juga nggak ada taik mata, berarti tubuhku masih bisa menjaga martabat tuannya di depan seorang gadis cantik yg belum kukenal. Kalaulah tadi aku tidur ngiler dan bangun dengan mata penuh dengan ampas airmata, waduh.. ajegile, tentu sigadis disebelah akan hilang selera buat kuajak berkenalan dan alangkah ruginya kalau sepanjang perjalanan 1350 km cuma bengong dan tidur aja.
“Wah jam berapa ini” Aku bertanya pada sendiri sambil melihat jam tangan, ternyata aku tertidur selama dua jam limabelas menit.
“Sekarang sudah jam enam sperempat bang” Gadis disebelahku berbaik hati memberi tahu sambil memandang dengan matanya yg teduh.
“Oh iya, saya kurang tidur semalam dan perjalanan dari Duri ke Pekanbaru sangat melelahkan karena ac mobilnya mati”
Aku memberikan sedikit keterangan tanpa peduli dia butuh atau tdk, hitung hitung balas jasalah karena dia sepertinya memberi perhatian sama aku.
“Pantas tidur abang lelap sekali”
“Oh iya.. Nama saya Dodo, Dodo Djauhari” aku megulurkan tangan untuk berkenalan
“Saya Rostiana, abang boleh panggil Ina saja” Kami berjabatan tangan, tiba tiba bus menikung kekiri dalam kecepatan yg cukup tinggi akibatnya tubuh Ina terdorong ke arah ku, untung pembatas jok antara kami masih terpasang sehingga hanya kepalanya yg jatuh dalam dekapanku.
Rambutnya hitam mengkilap dan menebarkan aroma khas yg memicu mesiu syahwat untuk menggerakkan jiwa dan vital kelelakianku agar bangkit dari tidurnya. Rambut itu begitu terawat, panjangnya hampir mencapai pingul, tetapi dijalin dua ala gadis tahun enampulahan.
“Oh.. Alangkah indahnya kalau rambut itu dibiarkan tergerai bebas dipunggung putih telanjang,” pikiran ngeresku mulai keluar. Kami sama sama tertawa.
“Ha ha.. Ina, sebaiknya pembatas ini kita angkat aja ya, agar bukan hanya kepala Ina yg bisa abang peluk!” Aku menggodanya sambil mendorong pelan tangannya agar dia bisa duduk dengan benar.
“Wah enak di abang nggak enak di Ina dong” Dia menanggapi godaanku sambil tersenyum.
“Tapi kalau abang berjanji nggak macam-macam, ok lah kita akan angkat pembatas ini.
“Abang janji lah.. Dek, abang tak akan macam macam,” aku sengaja mengucapkan kata kata dek agar mendapat kesan lebih intim.
“Kalau begitu abang akat lah.. Masak Ina pula yg mesti angkat! logat Melayunya masih cukup kental.” Aku mengangkat balok busa yg memisahkan kursi kami berdua.
“Nah sekarang bangku kita jadi lebih lega kan”
“Betul bang.. Tapi abang sudah janjikan tdk akan macam- macam”
“Abang nih orang baik baik dek, pasti abang nggak bakalan macam macam, karena abang suka yg manis manis”. Ina tertawa keras sekali, dia merasa lucu dengan kata kataku yg sebetulnya nggak nyambung, tapi pengertiannya benar.
Sebagian orang di pulau Sumatera menyebut rasa asam dengan macam.
“Oh.. Jadi abang tuh sukakan manisan ya!”
“Nggak juga.. Abang hanya suka gadis manis seperti dek Ina..” Rudal rayuan mulai kulepas, dengan sasaran lubuk hati dan benteng cinta si Ina.
Melihat gelagat dan cara penerimaan dan sikapnya yg lepas bebas begitu, aku yakin tinggal dalam hitungan jam kedepan aku akan berhasil mengakuisisi gadis manis ini.
“Sudah.. Mulai tuh merayu”. Dia berkata sambil melirik, wah.. Mata itu begitu bening dan teduh, aku berkata dalam hati, pasti akan sangat menyenangkan melihat mata itu dikala pemiliknya mulai horny.
Sayu, teduh dan mengisyaratkan kepasrahan serta kenikmatan surgawi yg ingin segera dia reguk.
“Tdk.. Yg abang katakan benar adanya, kamu memang manis dan cantik kok”
“Ina tahu.. Lelaki tuh kalau sudah merayu pasti ada maunya”
“So pasti itu..”
“Terus terang aja Abang tuh maukan apa”
“Begini dek Ina, abang tadi dari Duri jam 11 pagi, karena buru buru abang minta sopir taksi untuk lansung tancap gas ke Pekanbaru.”
“Sudah.. Jangan berbelit belit gitu lah, terus terang aja” Tanpa sengaja tangannya menepuk pahaku, oh.. Tangan itu begitu halus membuat aku ingin ditepuk beribu kali lagi.
“Jadi abang tdk sempat makan siang! ha ha ha” Ina tertawa berderai sambil menutupi mukanya dengan kedua belah tangannya.
“Ina tahu sudah maksud abang, abang hendakkan kueh nih kan”
“Semoga Tuhan memberikan hidayahNya kepada orang orang yg mau memberikan makanan, ketika orang lain sedang lapar.. Amin” Aku berpura pura berdoa sambil membentangkan kedua telapak tanganku.
“Wah menyenangkan sekali punya teman perjalanan seperti abang Dodo nih, kocak rupanya” Ina tersenyum sambil memberikan sepotong bolu gulung dengan selai nanas, yg aku rasa begitu nikmatnya,
“Apa karena lapar kali ya!” Hanya dalam hitungan detik bolu tersebut ludes sudah, tapi rupanya Ina betul betul mempersiapkan makanan yg cukup buat melakukan perjalanan jauh, dan seperti bisa membaca jalan fikiranku dia berkata.
“Bang kita nih kan mau menempuh perjalanan hapir dua hari, kalau mobil nih rusak di tengah hutan kemana kita nak cari makan! makanya Ina sudah siapkan rupa rupa penganan nih”.
“Terimakasih Ina,”.. Ya Tuhan kasihilah orang orang yg selalu membawa makanan yg banyak dalam tasnya dan dengan senang hati berbagi dengan orang disebelahnya” aku kembali pura pura berdoa.
“Sudahlah bang, aku sudah tahu abang nih banyak kali akal nya, nih yg terakhir buat cuci mulut.” Ina memberikan sebuah jeruk yg cukup besar dan manis sekali, sepertinya ini adalah jeruk lokal tetapi rasanya begitu segar.
Demikianlah awal perkanalanku dengan Ina, katanya dia baru saja menamatkan sekolahnya disalah satu SLTA di Pekanbaru dan bermaksuk melanjutkan pendidikan disalah satu perguruan tinggi di Jakarta. Tapi aku sedikit ragu dengan apa yg dia bilang. Memang teteknya telah tumbuh dengan sempurna tetapi sikap kekanak kanakannya masih jelas tersisa, begitu juga dengan wajahnya masih begitu polos dan segar layaknya gadis kelas tiga SMP. Hari itu dia hanya mengenakan baju kaos tanpa kerah berwarna putih dan ada strip coklat yg pas melewati kedua bukit indah di dadanya.
Aku bertanya tanya dalam hati, “Kenapa dia tdk pakai celana jean tapi cuma pakai rok hitam setinggi lutut, padahal ac di mobil cukup dingin. Tetapi justru hal tersebut sangat menguntungkan aku beberapa jam kemudian. TV sudah dinyalakan dan kondektur memutar sebuah video yg bercerita tentang hantu didalam sebuah mobil. Ina demikian ketakukan menyaksikan hantu tersebut sehingga tanpa sadar kadang kadang dia memeluk tubuhku. Kesempatan itu tdk kusia sia kan, semakin aku menakut nakuti dia dengan hantu itu semakin erat pula pelukannya.
Pelan tapi pasti siku kiriku mulai merangsek menekan payudara kanannya. Ina seperti tak peduli dengan tanganku, setiap kali hantu itu keluar di layar TV maka dia akan memelukku, dan saat itu pula siku ku dapat menikmati kenyalnya payudara muda miliknya. Belahan dadanya begitu menonjol, karena dia mempunyai perut yg rata dan pinggang yg kecil, tetapi pantatnya bundar dan padat.. Betul betul seksi.cerita sex
Jam demi jam terus berlalu, mungkin karena capek Ina tertidur pulas. Pada awalnya posisi tidurnya masih bersandar dengan mantap di sandaran bangku, tetapi akibat goygan bus ketika melewati tikunungan, pelan pelan kepalanya mulai rebah kekanan dan akhinya mendarat dengan lembut di bahuku. Nafasnya pelan tapi teratur, menandakan tidurnya sudah lelap sekali. Kembali siku kiriku kugeser sedikit demi sedikit agar tepat mengenai ujung lancip payudaranya dan aku menutup mata, pura pura tidur.
Setiap kali mobil terguncang, tekanan siku ku semakin mantap, sehingga dapat kurasakan kehangatan yg mulai menjalari setiap nadiku dan membuat sesuatu bergerak secara otomatis, makin keras, makin keras dan oh.. Penisku sudah bangun. Dengan lembut dan peerllahann.. Sekali kuraih tangan kanannya dan kuletak kan disela sela pahaku. Tangannya yg lembut tepat menimpa kejantananku dan aku terus berdoa agar bus lebih sering masuk lobang lobang kecil yg akan menimbulkan goncangan ketangan Ina, dan penisku bisa merasakan gesekan hangat tangannya.
Tubuh Ina tiba tiba bergerak dan mulutnya mengeluarkan gigauan yg tdk bisa kutangkap maknanya, tetapi tangannya mencengkram seperti mau memegang sesuatu dan oohh”yg dia pegang justru batang penisku yg sudah demikian tegangnya. Aku yakin Ina tdk sadar akan itu semua, tetapi bagaimanapun justru secara tak sengaja dia telah membangkitkan gairah birahiku yg paling dalam. Pantatku mulai kugerakkan turun naik agar batang penisku dapat merasakan sentuhan tangannya walaupun hanya dari balik celana. Oh.. Makin lama semakin keras penisku dan aku mulai merasakan denyutan airbah spermaku mengalir dari zakar menuju batang penis dan terus ohh.. Aku mau keluar.
Tiba tiba aku dikagetkan oleh lampu interior bus menyala serentak membuat suasana jadi terang benderang.
“Istirahat, istirahat, bagi yg mau mandi, sholat dan makan, kami sediakan waktu yg cukup” Dalam hati aku mengumpat,
“Sial.. Sudah mau orgasme jadi.. Terputus deh” Rupanya bus sudah sampai disebuah rumah makan di daerah Gunung Medan.
Ina rupanya terbangun karena silaunya cahaya lampu, mula mula matanya terbuka setengahnya, dia melihat ke arahku tetapi tdk bicara apa apa, sepertinya bengong.
“Hai bangun.. Kita harus makan dulu ntar kelaparan,”aku berkata sambil membelai rambutnya.
Dia kaget melihat posisi tidurnya yg sudah dalam pelukanku dan tangan kanannya masih tetap menekan penisku.
“Wah.. Aku kok jadi gini tidurnya”
“Tadi kamu rebah ke bahuku, aku mau bangunin tapi kulihat kamu nyeyak sekali.. Ya kubiarkan aja, kamu marah..” Aku menerangkan apa yg terjadi, tapi tentu saja tdk semuanya, karena soal siku mendarat di payudara harus ditutup rapat dulu.
“Oh.. Maaf ya bang, Ina jadi membebani Abang”dia menjawab sambil bangkit dan terus mengambil sisir.
Dalam hati aku berkata, “Nggak tahu dia, memang itu yg kuharap”
“Ok mari kita turun, Ina Abang tunggu diruang makan ya.., e.. e.. mandinya jangan lama lama!, busnya cuma berhenti 30 menit”
“Iya bang” Ina berlalu menuju kamar mandi perempuan.
Perjalanan kembali dilanjutkan dengan sopir yg sudah berganti dan kulihat jam di dinding depan bus menunjukkan pukul 11 malam. Udara didalam bus semakin terasa menusuk tulang, padahal ac sudah di set oleh kondektur pada setting minimum. Namun yg pasti setelah makan malam aku dan Ina sudah semakin akrab, malah sewaktu keluar dari rumah makan dia sempat bergelayutan dipundakku. Karena sama sama kedinginan secara reflex kami mulai saling merapatkan tubuh mencari kehangatan.
“Ina nggak bawa jaket,” aku bertanya karena melihat dia sedikit mengigil kedinginan
“Lupa bang.. Padahal tadi sudah ditarok diatas meja, tapi tak apalah kan ada selimut hangat nih, Abang tak kedinginan”
“Sebetulnya dingin sih, Cuma jadi hangat karena duduk disamping Ina”
“Nah.. Jangan macam macam ya.. Kan sudah janji”dia seperti mengancam aku, tetapi justru duduknya semakin merapat. “He he..” Aku hanya menyeringai dan lansung meraih selimut buat menutupi kakiku.
Kulihat Ina juga melakukan hal yg sama, akhirnya selimut tersebut bertaut menjadi satu menutupi bagian bawah tubuh kami. Lampu interior satu demi satu dimatikan, hanya lampu di pintu toilet yg masih menyala. Sungguh suasana yg sangat romantis, ditambah lagi dengan alunan lembut suara penyanyi dari sound sytem mobil ‘When a Man Love a Woman’. Kali ini jalan yg kami tempuh lebih banyak dalam kondisi lurus serta mulus sehingga memuat sang sopir betul betul memaksimalkan kecepatan busnya.
Guncangan dan bantingan sudah jarang terjadi, akibatnya hampir sebagian besar penumpang tertidur dengan pulasnya. Tapi aku nggak bisa tidur, perasaanku begitu gelisah, hangatnya tubuh Ina telah membangkitkan gairahku. Apa yg harus kulakukan, ini didalam bus bukan dihotel! tapi bukanlah laki laki namanya kalau nggak berani mencoba dan berusaha.
“Ina..”
“Ya bang”
“Ina kedinginan ya”
“Iya bang” Oouup! satu kesempatan terbuka sudah, dengan hati hati kuletakkan tanganku diatas pundak kirinya., lalu kutarik pelan tubuhnya sambil berkata.
“Mungking dengan begini Ina akan lebih hangat..”
“Ah.. Abang” Dia seperti enggan kupeluk tetapi juga tdk berusaha untuk menolak, malu malu kucing kali.
Sekarang tubuhnya telah dalam pelukanku, kepalanya bersandar dipundak kiriku, wangi rambutnya kembali membuka pintu syahwat seorang pejantan. Tangan kanannya kuraih dan jemari nya kegenggam dengan erat, Ina diam.. Hanya nafasnya yg terdengar menjadi lebih berat. Kuremas tangan itu dan dia membalasya.. Wow.. Tubuhku seperti dialiri ribuan watt birahi elektrik. Nafasku mulai memburu dan sesuatu diselangkangan mulai mengejang, meregang tegang, akankah dia dapat jatah kepuasan malam ini.
Aku semakin berani, tangannya kuletakkan dipahaku dan dia kurengkuh lebih erat. Aku ingin menciumnya tapi aku mesti plengak plengok dulu. “Ada yg ngintip nggak ya!”. Orang orang disekelilingku ternyata sudah tidur semua, bunyi dengkur mereka bersahut sahutan, ada yg hanya mendesis laksana kobra, ada pula yg mencicit kayak bunyi tikus dan ada pula yg berat menderam seperti bunyi knalpot Honda tiger, atau jangan jangan sudah pada ngiler kali.
Wah kayaknya situasi sudah aman terkendali, sekaranglah saat yg tepat untuk memulai perang gerilya menyusuri bukit, lembah dan hutan lindungnya si Ina. Bahu kanannya kurengkuh lagi, sekarang wajah kami saling berhadapan, desahan nafas saling menghempas dan mata kami bertatapan dalam remang cahaya lampu mobil yg berpapasan.
“Ina.. Kalau Abang minta sesuatu.. Ina mau nggak!” Aku berfikir, kalau menghadapi gadis yg bersifat terbuka seperti si Ina ini, lebih baik menerapkan strategi terus terang daripada terus tembak.
Kalau terus tembak dan dia menolak, celaka lah kita.. Nggak bakal bisa diapa apain lagi. Tapi kalau kita minta dia nggak kasih.. Ya tinggal dirayu aja, toh masih ada waktu 29 jam lagi, masak nggak dapat sih!
“Abang mau minta apa, kue lagi”
“I yya.. Tapi kuenya lain”
“Kue apa yg Abang maksud..!” Dia mengangkat kepala dan sorot matanya demikian seriusnya menanti jawabanku.
“Abang mau kan kue-kue itu tuh..” Aku sengaja menurunkan tangan kananku sehingga menyentuh payudaranya.
“Kue yg mana bang?” Dia lebih mendekatkan wajahnya kemukaku karena penasaran, saking dekatnya aku dapat mencium wangi bedak yg dia pakai, uh.. Libidoku laksana api disiram bensin, berkobar dan makin berkobar, oh akankah dia mau memadamkan gelora api asmara itu.
“Yg ini.. Ah” Aku sengaja mengosokkan tangan kananku kepermukaan kedua payudaranya.
“Tuh kan.. Betul Abang mulai macam macam kan” Dia berkata sambil mengerutkan jidatnya, tapi posisi tubuhnya sama sekali tdk berubah.
Biasa.. Gadis gadis biasanya tdk akan mengatakan ‘mau’ ketika kita minta, hanya feeling sebagai lelakilah yg dapat menentukan dia mau atau menolak! Malam ini sepertinya salah satu malam keberungtungan dalam hidupku, aku tahu dengan pasti bahwa si Ina sudah jatuh dalam pelukanku. Aku makin mendekatkan wajah ku sehingga bibir kami saling bertemu. Kurasakan tubuhnya bergetar, nafasnya mulai sesak dan dia menarik tubuhnya kebelakang menjauhiku.
“Kenapa Ina”!” Aku bertanya untuk menghilangkan kegugupannya
“Nggak papa bang.. Maaf ini baru pertama bibir Ina disentuh laki laki”
“Oh..” Dalam hati aku berkata ‘Hore’ dapat perawan lagi nih.
“Abang juga minta maaf ya” Aku memang minta maaf tapi pelukan semakin kupererat, sekarang bibirnya bukan hanya kusentuh tetapi mulai kukecup dengan lembut.
Mula mula Ina diam saja, bibirnya bergetar tapi masih tertutup rapat. Kusentuhkan ujung lidahku diantara belahan bibirnya yg merah merekah tiba tiba.
“Oohh bang.. Ina” Kata katanya tak terucap karena bibirnya mulai terbuka dan tanpa buang waktu segera kulumat dengan penuh perasaan.
“Bang.. Jangan..”
“Kenapa.. Sayang”
“Malu ntar dilihat orang”
“Kalau nggak ada yg lihat!”
“Ah.. Abang..”
“Ina.. Semua penumpang sudah tidur kok.. Nggak usah kawatir” Kembali bibir kami berpagutan, lidahku segera kuberi tugas untuk melakukan penetrasi ke mulut Ina dan melakukan liukan demi liukan pemancing serta pembangkit nafsu si Ina.
Ina mulai sedikit terangsang, kalau tadi dia cuma diam dan pasrah, sekarang pelan tapi masih malu malu ujung lidahnya terasa melayani lidahku, mereka beradu dan saling melilit, semakin membakar gairah kami. Tanganku mulai turun meraba payudara kanannya, kurasakan hentakan pada tubuh Ina ketika jari jemariku berhasil menyusup diantara branya. Oh.. Teteknya begitu kenyal dan halus.
“Abang.. Jangan.. Bang” Ina mengeluh tanpa membuka matanya, aku tahu dia tdk sungguh sunguh berkata jangan.
Bisa saja yg diamaksud dengan kata jangan adalah ‘jangan berhenti bang’. Dalam keremangan aku menemukan pengait bra si Ina, rupanya bra itu punya pengait dibagian depan. “Bret” Sekali tarik pengait itu lepas dan oh.. dalam keremangan cahaya yg romatis, aku dapat melihat dengan jelas dua bulatan lonjong memanjang, tergantung didada Ina dengan anggunnya. Bajunya segera kusingkap ke atas dan tanpa dapat ditahan lagi bibir ku sudah mendarat diputing susunya.
“Ah.. Abang, jangan.. Bang.. Jangan..” Hanya kata kata itu yg keluar dari mulut Ina ketika teteknya kuremas dan putingnya kuhisap sambil kujilat.
Aku jadi begitu sibuk berpindah dari payudara kiri ke payudara kanan, meremas, membelai, menghisap, memlintir putingnya dan yg terdengar hanya erangan Ina serta bunyi cpet, cput sshh dari mulut ku yg bermain dipermukaan payudara si Ina. Kuangkat kedua selimut kami agar tetap menutupi semua gerakan yg sedang kami lakukan. Mata sayu Ina sekarang semakin sayu dan redup, bebirnya merekah menunggu sergapan cinta birahiku.
Pelan pelan tanganku mulai turun mencari ujung roknya, sambil membelai pahaya rok itu ku sibak sedikit demi sedikit. Ina tdk menyadari kalau tangan ku sudah tiba dipangkal pahanya, karena dia begitu terhanyut oleh nikmatnya hisapan bibirku diputing susunya. Permukaan tanganku sudah dapat merasakan cairan hangat yg menutupi permukaan memeknya. Lembut memek itu kusentuh dengan ujung telunjukku dan,
“Ah.. Abang jangan sentuh itu.. Bang.. Tolong jangan bang”
“Nggak apa apa kok sayang, Abang hanya menyentuhnya nggak lebih kok” Karena kurasakan tdk ada penolakan dari Ina, aku semakin berani menggarap memeknya. Aku meremasnya dengan penuh irama dan dari mulut Ina hanya lenguhan kenikmatan yg dapat kudengar.
“Ah.. Abang nakal sih”
“Iya Abang memang nakal, tapi Ina sukakan..!”
“Ah.. Jangan dibuka Bang, nanti..” Kata katanya terputus karena clitorisnya kusentuh, tubuhnya kembali bergetar hebat dan pinggulnya mulai bergerak mengikuti irama jari jariku dipermukaan memeknya.
Pahanya sedikit kurenggangkan agar memek Ina lebih terbuka. Ina tdk lagi peduli dengan orang orang disekitarnya, erangannya makin lama makin keras terdengar.
“Ina.. suaranya ditahan dikit..”
“Abang sih, nakal..” Dia menjawab sambil melumat habis bibirku.
Jariku mulai menyibak belahan memeknya yg hangat dan terasa licin karena basah. Aku tahu dia masih perawan karena itu aku hanya membiarkan jari telunjukku membujur menutupi lobang memeknya. Sesekali kugerakkan agar dapat menyentuh clitorisnya. Erangan demi erangan lamat lamat terus terdengar dari mulut Ina, tapi sekarang tiba tiba dia diam menahan nafas, tubuhnya mengigil, tangannya erat merangkul pundakku.
“Kenapa Ina,” aku bertanya.
“Bang.. Ina nggak tahan, sepertinya mau pipis, oh.. Enak bang.. Terus.. Sentuh lagi Bang, terus” Aku dapat merasakan kalau Ina sudah mendekati orgasmenya yg pertama, jari jemariku semakin lincah bermain di permukaan memeknya, puting susunya terus kuhisap dan kujilat, sedangkan tangan kiriku tak henti meremas payudara kirinya.
“Oh.. Abang.. Ina.. nggak.. Tahan” Cengkraman tangannya terasa begitu kuat di pundakku, pinggulnya bergoyg hebat, matanya mendelik sehingga hanya putihnya yg kelihatan.
Sementara itu tangan ku basah disirami tetes tetes cairan kenikmatan ketika Ina mencapai klimaksnya. Sekarang dia terdiam dengan nafas yg memburu, kepalanya tersandar didadaku. Gejolak birahiku makin menjadi, sambil menciumi rambut kepangnya aku membuka ruesleting celanaku. Tangan Ina kuraih dan kutuntun agar memegang penisku yg sudah tegang menantang. “Oup” Dia kaget dan geli ketika merasakan gerakan reflek penisku disaat kesentuh tangan halusnya.
“Nggak pa pa.. Ayo” Kembali kutuntun tangannya, kali ini dia berani menggenggam bagian tengah penisku.
“Ina di kocok kocok dong”
“I.. I.. iih.. Ina geli bang” Walupun dia bilang geli tetapi pegangannya tdk lepas dari penisku.
Dia seperti anak kecil dapat mainan baru, sebentar pegangannya erat sebentar dia lepas, sebentar dia mengocok tapi tiba tiba berhenti. Justru cara dia seperti itulah yg membuat nafsuku merasuk sampai ke ubun ubun.
“Oh.. Ina.. Ujungnya dibelai sayang”
“Tapi basah bang”
“Iya.. Basah itu damai ee.. eh.. nikmat sayang”
“Ina pernah lihat orang beginian nggak sebelumnya”
“Pernah Bang hampir tiap hari, soalnya Ibu Ina kawin lagi dan suaminya lebih muda dari Ibu, Ina sering ngintip mereka begituan”
“Mereka ngapain aja In,” kerongkongan ku tiba tiba terasa serak karena ditimpa nikmatnya elusan tangan halus si Ina di ujung penisku.
Aku sengaja mengajak dia ngobrol untuk memperlambat ejakulasiku. Dari tadi hentakan spermaku sudah mulai mengila ingin berlomba menempuh lubang penis dan saling berebut menyembur diujung lobang super nikmatku. Padahal aku ingin lebih lama merasakan nikmatnya sentuhan jari jemari si Ina, dan dengan sedikit memecah konsentrasi kuharap ledakan sperma dapat kuperlambat. baca cerita sex lainya di orisex.com
“Ya.. Kadang mereka langsung main aja, bapak tiriku diatas, kadang kadang mereka saling remas remasan dan pernah pula Ina lihat mereka main jilat jilatan.”
“Ah.. jilat jilatan kayak apa In”
“Ibu menghisap punya papa tiriku, dan bapak tiriku menjilat punya Ibu.. Ya begitu”
“Emang bisa.. Punya laki laki dihisap In..” Aku pura pura bego dalam rangka mencapai target berikutnya.
“Bisalah bang, nah kayak gini nih” Ina menundukkan kepalanya diantara kedua pahaku, selimut kembali kutarik sehingga kepala Ina tdk lagi kelihatan dari luar, yg tampak hanya gerakan turun naik dibalik selimut.
Ina mencoba memasukkan semua batang penisku kemulutnya, dia tersedak karena langit langit dan anak lidahnya tertusuk ujung penisku.
“Ina jangan dikulum semuanya, dihisap dan dijilat aja berulang ulang,” aku memberikan petunjuk.
“Euh.. euh..” Dia menjawab tapi nggak jelas karena penisku memenuhi rongga mulutnya, yg pasti dia mengerti dengan apa yg kumaksud.
Kepalanya mulai turun naik, ujung penis ku dihisap berkali kali.
“Ohh Ina. Terus sayang.. terus.. Terus..” Dan tiba tiba kakiku kejang, mataku terpejam, tubuhku terasa melayg dan semprotan itupun terjadilah.
Spermaku kuat menyemprot kedinding mulut si Ina, dia tdk menygka kalau aku akan mengeluarkan cairan itu didalam mulutnya. Dia gelagapan dan..
“Uek.. uek.. Uek..” Ina muntah..!! Cepat kulap mulutnya dengan ujung singletku, sisa sisa sperma yg berserakan diseputar bibirnya kuhapus dengan ujung selimut dan celanaku segera ku kancingkan lagi.
“Oi.. Mabuak dia”.
Ibu-ibu dibelakang bangkuku berdiri mendengar suara Ina yg muntah muntah.
“Ini nih ado kantong assoiy nih ambil, biar nggak berserakan muntahnya.. Apo perlu antimo ndak” Ibu itu begitu baik menawarkan bantuannya.
“Makasih Bu, yg kami butuhkan tissue Bu, ada nggak..”
“Oh.. Ado, nih ambillah” Memang yg kubutuhkan adalah tissue buat pembersih sperma yg tercecer dibaju Ina dan di celanaku.
Orang Ina bukan mabuk darat kok tapi mabuk sperma. Yg dia butuh bukan antimo tapi antihamil. He.. he..
“Bang baunya anyir Bang, nggak mau hilang”
“Ok, sekarang Ina ke toilet aja dan cuci pakai sabun”
“Oh, iya deh bang” Aku merasakan CDku basah berlepotan sperma, yah biarin lah yg penting nikmatnya sudah kuteguk.
Tak lama kemudian bus berhenti di pom bensin buat mengisi bahan bakar. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 3 dinihari dan ini kesempatan untuk membersihkan celana dan burungku yg habis muntah muntah. Menurut kondektur kami telah sampai diperbatasan Propinsi Jambi dan Sumatera Selatan.
Wah.. Sebuah perjalanan yg nyaman, nyaman dalam arti yg sebenarnya karena selama lima jam terakhir yg kami tempuh adalah jalan lurus dan mulus, hanya sesekali ada belokan dan itupun tdk begitu terasa karena pengemudinya begitu trampil mengatur kecepatan sewaktu menempuh tikungan. Nyaman, karena ada si Ina disampingku dan kami sama sama menikmati kebersamaan kami. Saling menghangatkan, saling menerima dan saling meberi apa yg dapat kami nikmati. Perjalanan masih sangat jauh, sekian kota lagi yg mesti kami lewati tetapi karena ada si Ina disampingku perjalanan ini terasa indah dan cepat.
Perjalanan masih sangat jauh, sekian kota lagi yg mesti kami lewati tetapi karena ada si Ina disampingku perjalanan ini terasa indah dan cepat. Tak terasa kami sudah menyebrangi selat Sunda, seharusnya ferry kami langsung merapat tetapi ini sudah hampir 2 jam masih saja terapung apung menunggu giliran sandar. Rupanya di dermaga terjadi kerusakan akibatnya hanya satu dermaga yg berfungsi.
“Bang jam berapa kira kira kita sampai Jakarta!”
“Bisa bisa jam 12 malam..”
“Aduh kalau nggak ada yg jemput aku, gimana ya” Ina baru pertama kali ke Jakarta dan keluarganya ada di Depok, memang mereka telah benjanji mau menjemput di Rawamangun, tapi kalau mereka lupa atau..
Itulah yg membuat Ina tampak gusar, dia berpegangan di ralling ferry sambil memandang jauh ke arah kerlap kerlip lampu Krakatau Steel.
“Begini, kalau nanti nggak ada yg jemput, Ina ikut Abang aja, besok pagi pagi sekali Ina Abang antar ke Depok.. Ok!”
“Ya.. Gimana ya..” Dia kelihatan ragu.
“Atau Ina mau menunggu mereka sampai pagi di Rawamangun”
“Enggaklah Bang.. Ngeri.. Katanya disitu banyak preman..”
“Makanya yg paling aman ikut Abang aja.. Nanti kita tidur di..”
“Ina.. Nggak mau tidur dipenginapan Bang, nggak mau..”
“Lho siapa yg mau ngajak Ina ke penginapan! Nggak lah, suer Abang janji, lagian penginapan kan biasanya kotor and jorok” Kami saling menempelkan tangan kanan sebagai tanda setuju.
“Rawamangun.. Rawamangun.. Jakarta.. Jakarta.. sampai sampai” Suara gaduh dan kilauan cahaya lampu membangun aku dari tidur nyenyak semenjak bus turun dari ferry di Merak.
“Ina.. Bangun kita sudah nyampe.” Kulihat jam ku sudah menunjukkan kukul 01.30 dinihari.
Ternyata feeling Ina memang betul. Setelah hampir 15 menit mencari kesana kemari disekitar terminal, kami tdk menemukan saudara Ina yg katanya mau menjemput.
“Bang, gimana dong Bang, kok nggak ada yg jemput Ina.”
“Ya sudah.. Ina ikut Abang aja ya” Wah aku harus berfikir keras kemana si Ina harus kubawa malam ini, kerumah! Jelas nggak mungkin, kecuali mau perang bubat dengan mantan pacar. Nah! Aku ada ide.
“Bang ke Central Bang” Sopir taksi ternyata mengerti dengan apa yg kumaksud.
“Yg di jalan Pramuka Pak”
“Betul Bang” Aku sengaja hanya menyebutkan nama sebuah hotel tanpa mendahuluinya dengan sebutan hotel supaya Ina tdk curiga. Di taksi Ina kembali tertidur pulas dan baru bangun setelah aku bangunkan untuk segera check in. “Ina.. Ina, ayo bangun bangun..”
“Ouhh.. Kita dimana bang..”
“Ayo turun dulu”
“Wah.. Bang, Ina nggak mau kepenginapan.. Kok Abang malah”
“Ina.. Ini bukan penginapan tapi hotel, ayo.. malu tuh diliatin orang” Dengan langkah gontai karena masih mengantuk Ina kutuntun menuju lantai 7 hotel tersebut.
“Bang Ina mau mandi dulu ya”. Kayaknya badan Ina sudah gatal semua”
“Iya deh.. Abang pesan makanan ya” Sebelum masuk ke kamar mandi Ina mengeluarkan semua isi katong roknya, isinya beberapa uang logam, permen yg tadi kami beli sewaktu di ferry tissue dan sebuah kartu pelajar.
Segera kulihat dengan seksama kartu tersebut Nama: Rostiana Kelas: II B SMP Negeri “Oh my God”. “Kali ini feelingku kembali terbukti, Ina bukan tamat SMU seperti yg dia bilang, nyatanya baru tamat SMP, tetapi kenapa dia mesti berbohong untuk itu”. Kalau dilihat dari penampilan, tak seorangpun akan menampik kalau dia sudah tamat SMU. Tinggi sekitar 162, berat sekitar 51 kg dan bra 36.., rambut panjang dikepang, yah.. Harus diakui Ina gadis yg cepat matang secara phisik.
“Ina.. Ayo kita istrirahat yok, pantat Abang rasanya pegal banget nih”
“Ayo bang” Kami segera menuju satu satunya tempat tidur di kamar itu karena memang aku sengaja memesan kamar dengan single bed.
Aku tahu Ina tadi tdk pakai kosmetik apa apa maklum sudah mau tidur, tetapi wangi asli tubuhnya jauh lebih merangsang dari pada parfum keluaran Paris sekalipun.
“Na.. Keramas ya!” aku bertanya sambli memeluk dan menciumi rambutnya.
“Iya.. Bang, kan katanya kalau habis gituan harus keramas”
“Lha, Ina kapan gituannya”
“Dasar Abang, sudah pikun kali ya”
“Tuh yg kemaren malam di bus kita ngapain.. Ayo..”
“Ee.. Eh iya. Maksud Abang kita kan hanya” Aku sengaja tdk meneruskan kalimat, aku menunggu reaksi Ina.
“Tapi.. Ina kan keluar Bang. Dan Abang juga lho” Aku nggak peduli lagi dengan kata katanya, karena wangi rambutnya telah membuat otak kanan dan kiriku, sekarang kompak memikirkan satu tujuan yaitu memberikan yg terindah buat kepala bawah alias penisku.
Tubuh kami saling berhadapan ditempat tidur, sewaktu membalikkan badan, dada Ina sempat tersentuh oleh tangan ku dan aku dapat merasakan kalau Ina kali ini tdk lagi pakai bra. Darahku berdesir tiba tiba, degup jantung ku menaik, kepala atas dan bawah mulai berdenyut. Kurengkuh pinggulmya dengan tangan kanan sehingga tubuh kami jadi berdempetan.
Teteknya yg lembut dan padat terasa menekan dadaku dan paha kami saling menempel. Ina hanya pakai daster yg sangat longgar sedangkan aku sedari tadi sudah telanjang dada, hanya sehelai celana pendek tanpa CD yg saat ini kupakai. Bibir kami saling bertemu, Ouuhh.. aku nggak sabar lagi, bibir merah itu lansung kulumat. Bibir kami saling berpagutan dan sekarang lidahku mulai keluar menjilat rata permukaan bibirnya.
“Oh.. Abang.. Jangan bang..” Ina merintih, tetapi aku tahu pasti dia tdk bermaksud melarangku.
Tangan kananku mulai turun menyingkap dasternya, oh.. paha dan pantatnya demikian mulus. Kuremas pantat itu dengan lembut serta kutarik CDnya dengan pelan. Bibirku tak puas hanya diatas, sekarang dia mulai turun meniti leher Ina yg jenjang terus ku geserkan kesela sela kupingnya. Dalam keremangan dapat kulihat bulu bulu halus di kuduknya pelan pelan berdiri karena rasa geli bercampur nikmat. Kukecup leher Ina..
“Bang.. Hati hati.. Jangan dicupang, ntar kelihatan”
“I.. ya, jangan kua.. tiir” Aku terus mengembara dengan bibirku, kecupan demi kecupan telah membuat Ina memejamkan matanya karena nikmat.
Kugeser kepala ku sedikit kebawah dan oh.. Payudara itu demikian ranumnya. Semalam memang aku sudah meremas dan dan menghisapnya, tetapi baru kali ini aku dapat melihat bentuknya dengan jelas. Payudara Ina putih sekali, saking putihnya aku dapat melihat urat urat kecil bewarna merah dan biru seperti menempel dipermukaan kulitnya. Putingnya kecil, runcing dan memanjang (pantas semalam enak banget ketika dikenyot) sekitar puting berwarna coklat muda dan di payudara kiri masih tersisa sedikit warna merah bekas kecupanku tadi malam.
Segera kubenamkan kepalaku diantara dua bukit indah tersebut, Ohh.. sungguh nikmat menancapkap bibir serta lidah di daging kenyal itu. Pelan kubelai pangakal payudara itu, terus, terus memutar pelan menuju putingnya. Tubuh Ina menggelinjang dan sekarang dia telentang, telanjang, mengangkang dan mengerang sambil menantang.
“Bang.. Ina.. Nggak tahan, sekarang terserah Abang aja.”
“Iya sayang”
“Tetapi kenapa Ina bohong sama Abang” Aku coba mencari tahu sambil terus turun menjilati perut dan pusarnya.
“Auh.. Abang.. ge.. geli.. Tapi.. Terus bang” Pantat Ina mulai bergerak liar, membuat penisku tambah tegang dan mulai mengeluarkan lendir puith di ujungnya.
“Ina benci selalu dibilang masih kecil.. Sama bapak tiri Ina”
“Terus” “Katanya sama Ibu, Anakmu itu kan masih kecil, ayo nggak apa apa kita main aja aku sudah nggak sabar kalau mesti nunggu dia tidur”
“Apa maksudnya dengan main ajaa..” kata kataku sedikit terputus karena aku berusaha melepaskan celana pendekku. “Maksudnya, mereka langsung begituan, padahal kamarku cuma dibatasin triplek tanpa loteng” Ina sekarang semakin erat memelukku, dibagian bawah aku dapat merasakan penisku tepat berada diatas bulu bulu halus memek Ina yg tumbuh belum sempurna, geli dan.. sangat merangsang.
“Jadi Ina ngintip mereka”
“Mula mula nggak sih bang, tapi.. lama lama Ina dengar Ibu mengerang-mengerang dan berkata ou.. ou.. ou.. jangan dulu, jangan dulu. Oh.. aku nggak tahan.. ouh.” Sekarang batang penisku persis dibelahan memek Ina.
Memeknya terasa hangat dan mulai berlendir.
“Ina penasaran. Eh rupanya Ibu telanjang dan diatasnya kulihat bapak tiriku lagi asyik menghisap puting payudara Ibu dan Ina mendegar bunyi aneh.. Klepok, klepok tiap kali pantat dan pinggul mereka beradu”
“Oh.. Ina yg mereka lakukan sama seperti apa yg sekarang kita rasakan”
“Iya Bang.. Ina bukan anak kecil lagi kan. Buktinya sekarang Ina sudah bisa kayak Ibu telanjang dan Abang diatas Ina.”
“Iya sayang” Bibirku sampai diperbukitan paling indah yg pernah aku lihat.
Bulu memek Ina masih sangat jarang, warnanyapun masih kemerah merahan. Semalam aku mengira dia mencukur bulu bulu itu, tetapi rupa rupanya bulu itu memang belum tumbuh dengan sempurna. Kukecup bulu itu, turun menuju belahan memeknya, ah.. warna merah muda menyembul ketika bibir memek Ina kusibak dengan jariku. Bibir kiri dan kanan memeknya sedikit bergelambir atau seperti ada sayatan kulit tipis persis dipinggir mulut memek, segera kuhisap pelan clitorisnya.
“Bang.. Terus.. Bang.. oouueenak Bang” Pinggul Ina mulai bergoyg dan pahanya terasa menjepit kepalaku sedangkan kedua tangannya mendorong agar kepalaku lebih dalam terbenam ke dalam memeknya.
Segera kujilat klitorisnya dan pelan pelan lobang memeknya juga kujilat dengan ujung lidahku, cairan putih bening mulai mengalir dari dalam memek yg masih tertutup rapat karena masih perawan.
“Ina, coba pahanya direnggangkan dikit” Aku merubah posisiku sedikit lebih tegak dengan bertumpu pada kasur agar penisku bisa lebih leluasa bergerak dipermukaan memek Ina.
“Abang, mau diapain Bang”
“Oh tolong payudara Abang dibelai belai, ayo sayang” Oh.. Kenikmatan luar biasa segera menjalari setiap ruang pori poriku ketika payudaraku diplintir lembut oleh Ina, tdk itu saja, tiba tiba dia bangkit, sambil bergelantungan dipundakku Ina menghisap kedua tetekku bergantian.
“Oh.. Ina.. Pelan pelan sayang. Abang jadi nggak tahan”.
” Kedua paha Ina sekarang terpentang lebar, memeknya terbuka dan siap menerima tusukan tusukan penis yg menegang.
Kugeser pinggulku ke atas dan kebawah lembut berirama, penisku bergerak seperti mencongkel clitoris Ina, Ina makin teransang. Sekarang tercapai sudah keinginanku melihat kedua mata sayu itu dalam keadaan horny, memang indah dan sangat merangsang. Lendir semakin membasahi kedua kelamin kami, gerakan penisku semakin lancar dan lincah diatas permukaan licin memek Ina. Tiba tiba dia memeluk erat pinggulku.
“Bang Ina ingin sekali jadi wanita yg sempurna”
“Maksud Ina”
“Ina mau, Abang masukkan penis Abang. Tapi Ina juga masih takut kehilangan perawan Ina, gimana nih bang, Ina nggak tahan” Ina meminta dengan pasrah, kulihat bibirnya setengah terbuka menunggu lumatan dan matanya sayu terpejam lemah.
Aku dapat merasakan getaran tubuhnya yg dahsyat karena itu gerakan pinggulku semakin kupercepat. Setelah 6 sampai 8 kali ujung penisku melindas clitorisnya Ina menjerit.
“A.. a.. a.. Abang, Ina lepaass lagi” Pelukannya demikian erat dan pada saat itu pula penisku berdenyut keras sekali, air itu bergerak liar dari selangkanganku, kepangkal paha terus menuju batang penis yg berdiri tegak dan oh.. dia menyembur keluar.. lepas.. lepas..
Kupegang kepala penisku yg masih berdenyut dan menyemprot terpatah patah, kujepitkan diantara kedua payudara Ina, Ina senang sekali. Kedua teteknya dia jepit dengan tangannya sehingga menimbun hilang semua batang penis dipangkal payudara tambun itu.
“Bang, kenapa tadi Abang nggak masukkan aja”
“Ina, masa depanmu masih panjang sayang.. Kamu masih muda. Dunia memang berlaku tdk adil terhadap kaummu. Kami para lelaki dengan gampang bisa membuang keperjakaan dimana saja, di tempat lacur, di kamar mandi dikandang binatang, ya dimana saja kami suka. Tdk ada yg ribut.”
“Maksud Abang?” Ina melap keringat yg menepel didahiku..
“Kebanyakan lelaki masih saja menuntut kamu perawan sampai ke malam pertama, Abang tahu ini sangat berat buat kalian para perempuan. Lihatlah godaan itu begitu banyak hampir disetiap sisi kehidupan.”
“Jadi gimana dong bang. Aku kan kepingin nyoba juga”
“Ya.. Itu bukan berarti kamu nggak bisa mencobanya, kamu bisa melakukan dan merasakan kenikmatan sex itu tanpa harus kehilangan keperawananmu”
“Oh iya. Ina ngerti sekarang, thank you bang. Abang telah ngajarin Ina mencicipi kenikmatan itu dan Ina toh masih tetap perawan kan”
“Iya, tapi kamu mesti hati hati, kamu hanya boleh melakukannya dengan orang yg sudah bisa mengontrol emosinya, jangan lakukan dengan pacarmu yg sebaya”
“Emang kenapa bang..”
“Kalau saja tadi Abang nggak bisa menahan diri, ya.. Sekarang kamu sudah nggak gadis lagi, perawanmu tinggal kenangan.. He he.. he..” Aku mencium bibirnya yg setengah terbuka karena mau komplain.
“Jadi kalau gitu, Ina mesti lakukan dengan siapa dong kalau lagi kepengen”
“Ya sama Abanglah, jangan sama yg lain he.. he.. he” Cubitan bertubi tubi mendarat dipingangku membuat aku harus lari dari tempat tidur ke kamar mandi dalam keadaan telanjang lancip eeh bulat.
“Ina”
“Ya.. Bang” “Coba dengar lagu itu” Saat itu kami berada didalam taksi menuju ke rumah saudaranya Ina di Depok, kebetulan dari radio terdengar sebuah lagu lama Crisye yg diaransement baru.
“Anak sekolah datang kembali dua atau tiga tahun lagi”
“Bang. Bang. Tukar aja stationnya bang” Ina cemberut karena nggak mau dibilangin masih kecil
“Iya dik..”
“Eh Bang aku sudah besar tauk, jangan dipanggil dik, semalam aja aku sudah bisa” Mulutnya langsung kubekap dengan tangan kananku, takut dia malah buka rahasia kami semalam.
Sopir taksi cuma mesem mesem sambil memindahkan gelombang radio ke station lain.
“Ok para listener dimana saja anda berada, kami tahu sore ini macet terjadi dimana mana, kami minta anda bersabar dan untuk menemani perjalanan anda berikut sebuah nomor lama, ‘When a Man Love a Wooman'”
“Tet.. tet.. Titt.. eh.. maju.. Oi.. Jangan tidur..” Macet dipintu tol Rawamangun mulai mencair, kulihat gadis berkepang dua melambaikan tangannya dari atas bus dan masih saja senyum dikulum.
Buat dia tdk ada yg perlu dipermasaalahkan tinggal duduk di bangku empuk bus super executive sambil menonton taygan video. Lagu Michahel Bolton dan teriakan, serta suara gaduh klakson mobil telah merenggut khayalan indahku dengan si Ina. Semenjak itu aku hanya dapat berita bahwa dia pindah ke Surabaya ikut dengan Ibunya yg sudah bercerai dari bapak tirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar