Selasa, 16 November 2010

Kenangan pemilu 1999

Pemilu 7 Juni 1999, yang baru saja lewat bagi sebagian orang kesannya penuh nuansa politis. Tetapi bagi saya, kesan sangat jauh berbeda, bahkan tidak akan pernah terbayangkan akan bermakna demikian dalam bagi saya pribadi. Kesan yang penuh sensualitas dan menggairahkan.

Saat itu, 7 Juni, rumah saya sedang sepi. Maklum pemilu, padahal biasanya ramai sekali. Satu rumah dihuni tujuh orang, ayah, ibu, kakak laki-laki saya yang masih kuliah, saya sendiri SMA kelas tiga, baru saja selesai Ebtanas dan lulus. Kemudian adik perempuan saya kelas lima SD, lalu sepupu laki-laki saya kelas dua SMP dan pembantu satu orang. Oh iya, panggil saja saya Yuli, asli Tolaki.

Jadi pada saat pemilu rumah yang berada di kawasan Perumahan Pemda Kampung Kemah Raya, Kendari jadi sepi sekali. Ayah ke Kolaka, mengurus pemilu di sana, kebetulan juga beliau caleg Golkar untuk daerah tersebut. Kakak saya jadi pengawas pemilu untuk UNFREL Kendari, ibu saya jadi panitia pemilu lokal kawasan Kemah Raya. Pembantu dan adik, disuruh bantuin ibu mengurus konsumsi. Praktis yang jaga rumah, saya dengan sepupu saya yang bernama, Ical. Saya belum ikut memilih, belum cukup umur, baru 16 tahun lebih dua bulan. Saya dengan Ical sangat akrab, habisnya dia ikut dengan keluarga saya sejak masih kelas satu SD, dan selalu menjadi teman main saya.

Senin itu, 7 Juni 1999, badan saya pegal sekali, selesai ngepel dan membersihkan rumah. Dan seperti biasa saya kepingin dipijitin. Biasanya sih oleh ibu, dan Ical juga, habis dari kecil saya sudah biasa menyuruh dia. Karena agak pegal, saya panggil saja Ical untuk mijitin, Ical nurut saja. Saya langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Ical mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Ical, tangannya keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.
"Duh, Cal.., mijitnya yang lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..", kataku.
"Abis, posisinya nggak bagus kak", jawabnya.
"Kamu dudukin aja paha Kak Yuli, seperti biasa..".
"Tapi.., kak..".
"Alah.., nggak usah tapi.., biasanya kan juga begitu.., ayo..", Saya tarik tangan Ical memaksanya untuk duduk di pahaku, seperti kalau dia memijit saya pada waktu-waktu kemarin.

Ical akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua pahaku dekat pantat sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, pijitan agak lain, makin lama makin saya rasakan tangannya agak gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
"Kamu kenapa Cal, capek atau sakit..?", tanyaku.
"Tidak, tidak apa-apa kak", jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tidak karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tidak mau dirapatkan di pahaku, agak terangkat.

Akhirnya, saya menyuruhnya pindah, dan saya bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
"Ayo.., kamu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tidak biasanya", sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya.
"Tidak, tidak apa-apa kak..", jawabnya sambil menghindari cubitanku, malah tanganku tersenggol celana bagian selangkangannya yang seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa isengku, karena memang saya dan Ical kalau main seperti anak-anak yang masih TK, asal ngawur saja.

"Loh.., itu apa di celanamu Cal, kok nonjol begitu.." Mendengar itu Ical merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari saya, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
"Jangan Kak Yuli, Ical malu..", katanya. Dasar saya yang nakal, saya pelototin matanya, Ical langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.

Penasaran, saya buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya yang mengeras tersebut, dan astaga, ternyata penis Ical sudah menegang. Baru kali ini saya melihat penis milik orang yang bukan anak-anak dan sudah disunat yang tegang dan keras serta panjang seprti itu. Sementara Ical diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana saya tidak tahu.

Saya acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus penis Ical, semakin mengeras penisnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Ical mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala penisnya yang merah itu, Ical makin mendesah, "Ah.., ah.."

Kugenggam erat penis Ical dan kukocok-kocok dengan perlahan, semakin lama semakin kencang. Badan Ical ikut menegang, sambil kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak mengerang, "Achh..".

Semakin kencang penis Ical kukocok, semakin menggeliat badan Ical membuat saya tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Ical makin mengeras, "Ach.., achh..". Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin tidak tahan.., ia lalu memelukku erat. Mulanya saya kaget akan reaksinya, tapi saya biarkan saja, karena keasyikan mengocok penis Ical. Rupanya Ical sudah semakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar atau tidak ikut menggeliat juga, meraba badanku dan payudaraku.

"He Ical.., kenapa.." tegurku, sambil tetap mengocok penis Ical, "Achh.., achh.." Hanya itu yang Ical bilang, sementara tangannya meremas-remas payudaraku, dan remasannya yang kuat membuatku merasakan sesuatu yang lain, hingga saya biarkan saja Ical meremas payudaraku, dan Ical lalu menyingkap baju kaos yang kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan meremas payudaraku lagi hingga keluar dari BH-ku.

"Acchh.., acchh" erang Ical, saya mulai merasakan kenikmatan tersendiri pada saat payudaraku tidak terbungkus BH diremas oleh tangan Ical dengan kuat, sedangkan penisnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa yang ada pada Ical, hingga dia nekat menyosor payudaraku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yang sedang menyusu.
"Aduh.., Ical.., aduhh" Hanya itu yang mampu kuucapkan, payudaraku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Ical.

Saya juga mulai menggeliat, kutarik kepala Ical dari payudaraku, lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yang muncul secara tiba-tiba, Ical balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.

Tangan Ical menggerayangi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga aku bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yang dipakai Ical, dan kupelorotkan celananya, hingga Ical bugil tanpa sehelai benangpun, dan kembali kukocok penisnya, sedangkan Ical kembali menyosor payudaraku yang sudah keras membukit.

Perlahan tangan Ical menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam rokku, "Acchh.., Acchh", Saya dan Ical terus mengerang dan menggelinjang. Tangan Ical menyelusup ke dalam CD-ku, lalu mengusap-ngusap vaginaku.
"Aduuhh.., Ical.." erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam vaginaku yang mulai kurasakan basah, dan Ical mempermainkan jarinya di dalam vaginaku.
"Acchh.., aduuhh.., acchh..". Tak tahan lagi, Ical menarik lepas rok dan celana dalamku, hingga akhirnya saya kini telanjang bulat. Kemudian Ical mencium bibirku dan saya tetap mengocok penisnya, sedangkan jarinya bermain dalam vaginaku.

"Acchh.." Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Ical yang keluar dari mulutku. Kemudian Ical berhenti menciumku, lalu ia mengambil posisi menindih badanku, saya membiarkan saja apa yang akan Ical lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba saya rasakan sakit yang teramat sangat di selangkanganku.

"aacchh, Ical.., apa yang kau lakukan..", tanyaku. Tapi terlambat, rupanya Ical sudah memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku, dan seperti tidak mendengarkan pertanyaanku, Ical mulai mengoyang batang penisnya naik turun dalam vaginaku yang semakin berlendir dan mulai terasa basah oleh aliran darah perawanku yang mengalir membasahi vaginaku.
"Acchh.., Ical.., aduuhh Ical..", erangku.
Badanku semakin menggelinjang, kujepit badan Ical dengan kedua kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung Ical. Semakin kencang goyangan penis Ical dan semakin keras pula erangan kami berdua.
"Acch.., aduhh.." Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat nikmat yang terdorong dari dalam.., dan erangan panjang saya dan Ical, "aahh". Bersamaan semprotan mani Ical dalam vaginaku dan semburan maniku yang menciptakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan dan kubayangkan sebelumnya.

Ical menarik keluar penisnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yang telah terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Ical, kami lalu berciuman lagi dan saling melumat, kemudian kupegang erat penis Ical, sehingga kembali menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga beberapa kali.

Hingga hari ini saya dan Ical, bila ada kesempatan masih mencuri waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan yang tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Ical, ataupun di dalam kamar mandi.

Kesepian

Aku terlahir dari sebuah keluarga besar, dengan dua orang Ibu dan 6 orang anak. Bapak saya beristri lagi saat saya berumur 2 tahun dan Ibu sakit sakitan. Umur 10 tahun bapak meninggal, dan Ibu tiri pindah dengan anak anak nya. Dari sinilah semua kehidupan saya berawal!

Dari Ibu saya kandung, terlahir 3 orang anak, saya yang paling kecil. Saat bapak meninggal, saya berumur 10 tahun, tapi kedua kakak saya sudah besar besar. Jadi pas saya umur 12 tahun, 2 kakak saya sudah pindah dan berkeluarga.

Tinggallah saya sendirian dirumah peninggalan orang tua. Kakak saya tinggal tidak jauh dari rumah pokok, jadi.. itu sebabnya saya juga meski baru berumur 12 tahun dibiarkan tinggal sendirian dirumah warisan dengan pengawasan mereka.

Satu saat saya juga bahkan dikasih pembantu laki laki yang bertugas mengurus dan membersihkan rumah sekaligus menemani saya dirumah, karena saya sering takut kalau malam sendirian.

Pembantu laki laki ini masih muda, 15 tahun, dia tidak sekolah karena keluarganya tidak mampu. Keluarga dia juga cuma punya rumah kecil dan anaknya banyak, jadi orang tua mereka senang kalau pembantu saya tidur dirumah. Bahkan seringkali juga saudara saudara pembantu saya ikut bantu bantu dirumah saya dan tidur disana pula.

Sebagai anak yang kurang pengawasan karena tidak ada orang tua dan kakak sibuk dengan suaminya, saya termasuk anak yang bebas lepas. Meski.. termasuk masih dalam kontrol karena pendidikan dasar yang kuat dari orang tua sebelumnya, tapi.. sejak umur 12 tahun saya sudah mencari cari dan mencoba coba segala hal yang berhubungan dengan sex.

Buku buku porno picisan saya koleksi, bantal dan guling yang akhirnya jadi korban. Penuh flex flex noda gairah belia saya. Tapi pada akhirnya, bantal dan guling saja tidak cukup. Saya mulai nakal dengan suka mengintip pemuda pemuda mandi, atau kencing saat malam hari.

Penis! pada umur itu saya sudah mulai melihat dan mengerti lekuk lekuknya dari mengintip. lama lama saya tidak tahan. Satu malam, hujan deras dan kencang. Saya takut dengan suara gemuruhnya, akhirnya, saya nekat ke kamar pembantu tanggung laki laki saya. Dia tidak marah dan tidak bereaksi. Cuma memeluk saya dan kembali tertidur.

Sejak saat itu saya tidak bisa lagi tidur sendirian, pembantu laki laki saya saya ajak tidur dikamar saya, dan ia nurut. Satu malam, saat sedang tidur, pembantu saya memeluk saya erat sekali dari belakang. Leher belakang saya diciumi dengan kencang, nafasnya menderu deru keras sekali. Panas, dan penuh gairah tiba tiba sekujur tubuh saya.

Saya tidak tahu benar apa yang terjadi, tapi saya suka dan yakin, inilah yang saya tunggu tunggu!

Pembantu saya menggoyang goyangkan pinggangnya dan menekan nekan bagian kemaluannya ke bongkahan pantat saya dari belakang. Panas dan enak. terasa benar ada benda keras disana. Dengan menahan perasaan, saya arahkan tangan saya ke arah kemaluannya yang keras. Terasa lebih panas dan enak lagi. Cuma saya heran, kemaluannya yang keras terasa besar sekali ditangan saya. Sebelumnya saya pernah mengintipnya saat dia mandi, dan kemaluannya tidak keras dan tidak sebesar ini.

Penasaran, saya masukan tangan saya kedalam celananya. Tersentuhlah ia oleh tangan telanjangku! Oh Tuhan! terasa panas dan enak sekali! Entahlah, tiba tiba badanku menggigil. Aku ingin mendekapnya. Aku ingin menciumnya. Oh, badanku mencair. Lubang bawahku menganga panas dan terasa kosong. Mulutku meleleh dan ingin mengunyah kemaluannya. Tapi saya malu dan tidak tahu harus bagaimana?!

Pembantu laki lakiku berinisiatif sendiri. Ia buka resluiting celananya dan ia pelorotkan celana dalamnya. Bebaslah kemaluan tegak dan kerasnya kearah bongkahan pantatku. Aku masih membelakanginya saat itu, aku malu untuk berputar meskipun tanganku sudah menggenggam erat kemaluannya dan tak ingin aku lepaskan lagi.

Ia mulai menerjang nerjangkan kemaluannya digenggamanku agar tanganku terasa mengocok kemaluannya. Oleh karena terjangannya yang keras, ujung kemaluannya yang tidak tergenggam oleh tanganku menerjang nerjang belahan pantatku. meski aku masih tertutup celana, tapi panas kemaluannya terasa sekali di kulit belakangku. Tanpa sadar, aku menyingsingkan kain yang menutup kulitku dan melepas celanaku.

Menyadari sekarang bahwa aku juga lepas dan tak terkendali, pembantu laki lakiku mnggeser tubuhnya kearahku dan dengan terus menerjang nerjang ke tubuh belakangku tangannya kini memelukku kuat. Oh, hangat dan enak sekali. Aku melambung di langit ketujuh. Dan aku mencapai langit kesembilan ketika mulutnya juga sibuk mencium dan melumat lumat leherku dari belakang. Kemaluannya terasa basah dan licin sekarang, mungkin itu cairan pelumasnya meleleh. Kepala kemaluannya terasa panas, keras, dan licin menggaruk garuk lobangku dari belakang. lobangku terasa panas dan menganga. Entah bagaimana, aku lebih membungkukan badanku kearahnya dan pantatku semakin menempel kearah kemaluannya.

Terjangan terjangan kemaluannya kini sudah mulai menyenggol nyenggol lobang anusku. Ohh, terasa panas dan nikmat sekali. lobang anusku gatal dan basah, ingin dimasuki dan disumpal. Pembantu laki lakiku seakan megerti keinginanku. Tanganku yang menggenggam kemaluannya diusirnya dan ia genggam kemaluannya sendiri dan diarahkan ke arah lobang belakangku yang menganga dan panas meledak ledak. Perlahan diarahkan dan diterjangkannya kemaluannya ke lobangku. Kepala kemaluannya yang licin perlahan lahan dan sedikit demi sedikit membuka jalan masuk untuk keseluruhan panjang kemaluannya.

Sepertiga kemaluannya masuk, lalu ditariknya keluar, dimasukkan lagi, dikeluarkan lagi, lalu setengah kepala kemaluannya mulai bisa masuk, kembali dengan sabar ia mengeluar masukkan separuh dari kepala kemaluannya. Aku tidak tahan! Akhirnya aku mendorongkan pantatku ke belakang saat dia memasukkan kepala kemaluannya ke lubangku.
"Schckreecck!"
"Aahh!"
Kami sama sama teriak saat seluruh kepala kemaluannya dengan tiba tiba karena dorongan pantatku kebelakang melesak masuk. Pantatku terasa perih dan kemaluannya terasa berdenyut denyut.

"Ohh.." Pembantu laki lakiku melenguh nikmat ketika ia menyadari kepala kemaluannya sudah masuk dilobangku yang panas dan penuh kenikmatan. Ia mulai menggerak gerakkan pantanya lagi maju mundur. perlahan lahan sisa batang kemaluannya melesak masuk. Panas, perih, nikmat.. segala perasaan bercampur aduk di badan, kepala, dan lubang nikmatku.

Dan kemaluanku melesak kedalam tubuhku semakin dalam, semakin dalam, semakin dalam.. Ohh, aku melenguh, dan pembantu laki laki ku terengah engah dan mengaduh aduh kenikmatan. Aku terasa panas terbakar. dan segala rasa di pikiran dan badanku seolah olah terbawa dan tertarik keluar masuk seiring dengan gerakan lembut keluar masuk penis pembantu laki laki ku di lubang kemaluan nikmatku..

Perlahan lahan pembantuku menggenjotkan kemaluannya keluar masuk lubang hangatku, semakin dalam, semakin dalam, sampai akhirnya aku merasakan bulu kemaluan dan biji pelirnya menyentuh bongkahan pantatku. Aku mendesah puas menyadari pembantu laki laki ku berhasil memasukkan seluruh kepanjangan kemaluannya ditubuhku. Dia mulai cepat mengeluar masukkan kemaluannya. Dan aku semakin basah. kemaluannya semakin hangat dan licin. Lama lama terdengarlah bercakan bercakan nikmatnya senggama dari kemaluan kerasnya yang luar biasa nikmat dan lubang cinta ku yang berbahagia.

Maju mundur, keluar masuk, ditarik dan ditembakkannya kemaluannya ke lubangku lama dan nimat. pelan pelan, keras, pelan pelan lagi, cepat, dan ohh.. dia tidak tahan dan menggulingkan tubuhku dan aku ditindihnya kuat kuat. Kemaluannya tidak lepas dari lubangku. terus menancap keluar masuk. tatkala ia berada diatasku, ia memompaku keras keras. nikmat, ohh nikmat sekali tancapan tancapan kemaluannya di lobang kemaluanku yang hangat dan nikmat.

"Teruss, teruss.." aku berteriak minta lebih oleh nikmat.
Dan pembantu laki laki ku menerjang nerjang semakin kuat, sampai akhirnya dia menggigit leherku dan menggeram kuat kuat. Tembakan kemaluannya meledak ledak kearah bongkahan pantatku. Kemaluannya didalam lobang nikmatku berpendar, enak sekali. Otomatis, entah bagaimana, lobang nikmatku meremas remas kemaluannya. Dan aku menggeram. Kemaluanku terasa mengencang dan cairan meleleh darinya banyak sekali. Ohh, nikmatnya, nikmatnya!

Aku tertidur dengan senyuman bahagia sejak itu. Dan pembantu laki lakiku mmengajari lebih banyak hal lagi, tentang bagaimana mengulum ngulum kemaluan laki laki dengan hebat agar si laki laki berteriak teriak nikmat. Aku berbakat, dengan cepat mulutku tidak cuma merasakan hangat dan kerasnya kemaluan pembantu laki lakiku. Tapi banyak lagi laki laki dari desa tempatku berasal. Semua puas. Semua bahagia dengan pelayananku. Lubangku sekarang juga sudah semakin mahir. Dia masih kencang, hangat, dan hebat, tapi tidak lagi merasakan sakit saat penis yang keras dan tajam pertama kali mendesak masuk.

Semakin bertambahnya usia semakin jarang kesempatan yang aku dapat, karena aku malu menggoda laki laki yang lebih muda, dan laki laki yang lebih tua kebanyakan sudah kawin, aku lebih takut lagi kalau ketahuan istrinya, dan kedokku sebagai pemuas nafsu murahan terbongkar.

Aku masih sexy. Pantatku lembut dan nikmat. Bibirku penuh dan merekah. tapi, kenapa aku harus kesepian ya? Ohh, seandainya saat ini ada kamu, laki laki yang akan memuaskanku dengan keras dan nikmatnya kejantananmu, aku akan bahagia. Mulut dan lidahku akan bahagia mengusap usap dan menghisap hisap indahnya lekuk dan liku kemaluanmu. Dan lobangku? ohh.. dia akan merekah seperti bunga menantikan kamu menghujam dan menggaruk garuk kedalamannya dengan kepala pistolmu sampai kamu puas dan membasahi lubang cintaku dengan cairan cintamu.

Ohh, seandainya, seandainya. Tapi lihat aku disini, bermimpi dan kesepian. Takut satu saat aku mati sendiri tanpa cinta. Aku kesepian. Aku sungguh kesepian. Tolonglah aku, dan aku akan mengirimimu foto tentang indahnya tubuh, bibir, dan pantatku.

Sabtu, 13 November 2010

Pelajaran cinta buat adikku

Adikku Chrissy kubuat knock-out pada usia 16 tahun, tiga tahun dibawahku. Dia benar-benar sudah tumbuh sebagai seorang gadis yang sempurna. Tubuhnya yang semampai, tinggi 165 cm dengan ukuran vital 35-22-34. Ditunjang dengan kulitnya putih dan mulus, wajahnya yang oval sangat cantik dan imut-imut. Benar-benar tubuh yang sangat ideal buat seorang gadis, bahkan seandainya dia mau jadi gadis model atau cover majalah gadis, dia bisa menjadi Top Model.

Pribadi Crissy juga sangat baik sekali, supel, mudah bergaul, murah senyum dan ramah. Bahkan hubungan kami sebagai adik-kakak pun hampir tidak pernah ada masalah. Demikian juga diluar lingkungan keluarga, adikku juga selalu jadi suporter utamaku yang fanatik dalam aktivitas olah raga yang kuikuti. Dia menganggapku bukan hanya sebagai kakak, tapi juga pahlawan dan type pemuda idamannya.

Hubungan kami pun jadi semakin rapat seiring dengan pertumbuhan kami. Kami saling membantu dan mensupport aktivitas kami masing-masing. Aku juga sangat bangga akan prestasi-prestasi yang diraihnya. Aku benar-benar memberikan segalanya buat Chrissy, perhatian dan kasih sayangku kepada Chrissy bahkan lebih besar dari pada orang tua kami. Dan kebetulan kedua orang tua kami terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hampir sepanjang hari mereka tenggelam dalam kesibukan bisnisnya sehingga seolah-olah kehabisan energy untuk mengurusi permasalahan anak-anaknya.

Karena kedekatan kami maka Chrissy selalu mengadukan semua permasalahannya kepadaku, mulai dari hal yang paling rahasia sampai hal-hal yang paling sepele sekalipun. Dan ketika Chrissy mulai menginjak remaja, aku jadi semakin proactive dan protective terhadap persoalan remajanya melebihi dari kakak-adik pada umumnya.

Salah satu permasalahan khususnya adalah hubungannya dengan pacarnya saat ini. Aku benar-benar memberikan perhatian secara khusus. Aku selalu memonitor setiap kali dia melakukan kencan. Adalah sangat mengherankan bahwa hubungan kami berdua tetap terpelihara baik, karena Crissy juga sangat menghagai akan perhatianku. Walaupun kebribadian Crissy yang demikian mengagumkan, tetapi dia begitu peka dan rentan perasaannya, khususnya kalau menghadapi seorang pemuda, sehingga kadang-kadang dia pulang kencan dengan mata merah habis menangis. Akupun segera menghiburnya, membantunya memecahkan permasalahannya ataupun menerangkan bagaimana sikap dan perasaan seorang pemuda dan juga memberikan tip-tip strategi untuk melindungi kepentingannya secara bijaksana.

Salah satu permasalahan yang dihadapi Crissy adalah berhubungan dengan perkembangan sexuality. Banyak permasalahan dan air matanya yang diberikan kepadaku untuk masalah ini, dan akupun mencoba memecahkan persoalannya secara bijaksana dan tuntas, langsung kepokok permasalahannya. Aku kadang-kadang menggunakan cerita tentang madu dan lebah. Terkadang aku juga berusaha menerangkan dengan jelas tentang isue hubungan sex yang pernah dia dengar dari teman-teman wanitanya. Dari diskusi-diskusi yang kami lakukan, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa Crissy masih perawan. Tapi dari aroma kewanitaannya yang tercium olehku setiap kali dia pulang kencan, meyakinkanku bahwa status keperawanannya tidak akan bertahan terlalu lama. Dan akupun sudah bersiap-siap untuk memberikan saran kepadanya untuk memilih dan menggunakan pil anti hamil secara berkala.

Aku berusaha mengantisipasi perkembangan ini dari berbagai sisi. Satu sisi, perasaanku yang timbul secara otomatis untuk melindunginya dari kurang pengalamannya dalam memilih pemuda idamannya. Disisi lain aku perlu mengantisipasi karena melihat perkembangan sexualitynya yang begitu cepat, dan sangat mengundang setiap lelaki, sehingga aku khawatir dia akan mendapat banyak masalah. Disisi yang lain lagi, aku harus mengakui bahwa aku sangat cemburu. Aku juga memahami bahwa perasaanku ini sangat salah. Tapi aku tidak dapat menyembunyikan perasaanku ini manakala setiapkali mencium aroma kewanitaannya ketika Crissy pulang kencan.

Sering kubayangkan bagaimana bentuk vagina kecilnya, aromanya, kelembutannya ataupun sampai dimana kebasahannya. Dan setiap kali aku mencum aroma atau membayang kan bagian tersebut, kurasakan ketegangan dikemaluanku. Aku terkadang agak frustasi menghadapi persoalanku yang satu ini. Dan akupun menduga sedikit banyak Crissy juga tahu tentang perasaanku.

Jum'at malam, tidak seperti biasanya Crissy pulang kencan jam 9.00, biasanya jam 11.00 atau 11.30. Kebetulan aku sedang dirumah sendiri karena orang tua kami pergi week end. Aku sedang melihat TV ketika Crissy pulang. Biasanya Crissy akan berhenti sebentar dan mengucapkan hallo atau menceritakan sedikit tentang acara kencannya. Tapi malam itu dia setengah lari menuju kamarnya tanpa berhenti sama sekali. Akupun tercengang karena pemuda kencannya kali ini adalah pemuda yang aku dukung, karena aku tahu cukup baik tentang pemuda ini dan aku sangat mengharapkan pemuda ini akan bersikap baik kepada Crissy, bahkan seandainya Crissy harus kehilangan keperawanannya sebaiknya pemuda seperti ini yang melakukannya. Tapi yang pasti malam ini Crissy sepertinya mendapat masalah serius.

Sesaat kemudian kudengar suara shower dihidupkan dari kamar mandi, sehingga akupun perlu menunggu beberapa saat memberikan kesempatan Crissy untuk menyelesaikan mandinya, berpakaian dan lain-lain. Kemudian aku akan naik menemuinya sebagai seorang kakak yang selalu siap melindunginya.

Beberapa saat setelah shower berhenti, akupun naik kekamarnya. Kuketuk pintunya pelahan sambil berkata,

"Crissy, boleh aku masuk?"
Kudengar Crissy berkata, "Bila kamu juga menginginkannya".

Ketika pintu kubuka, kamar Crissy tampak agak gelap, hanya ada lampu duduk yang menyala. Crissy sedang tiduran di ranjangnya, selimutnya menutupi sampai leher. Sisa-sisa air mata tampak diwajahnya.

"Adikku sayang, apa yang terjadi?" kataku lembut sambil duduk disampingnya. Kuusap-usap rambutnya dan kuciup pipinya dengan kasih sayang. "Kamu dapat masalah dengan kencanmu malam ini?"
"Ya," kata Crissy pelan, tampak seperti mau nangis lagi.
"Masalah teman kencanmu?" tanyaku. Aku yakin permasalahannya sekitar hubungan sex.
"Tidak, tidak ada masalah dengan Jimmy. Kamu memang benar, dia benar-benar baik. Aku sangat menyukainya."
Aku jadi agak bingung menebak apa yang terjadi, "Lalu apa permasalahannya?" kataku sambil mengusap air mata dipipinya dengan tissue.

Crissy berusaha tersenyum sambil berbisik, "Karena masalah Crissy, itu saja."
"Katakan lebih jelas, apa yang kau maksudkan dengan masalah Crissy."

Air mata Crissy sudah berhenti, dia kemudian duduk diranjang, sepertinya dia akan menjelaskan sesuatu yang serius. Akupun konsentrasi untuk mendengarkan permasalahannya. Crissy mengenakan pakaian tidur baby-doll yang tipis tanpa bra, sehingga samar-samar dapat kulihat bayangan putting payu daranya yang mencuat menekan bajunya keluar. Aku berusaha menekan perasaanku yang bergolak melihat pemandangan indah tersebut. Akupun jadi bertanya-tanya, masalah apa yang bisa terjadi pada gadis secantik Crissy.

Crissy tidak memperhatikan kegelisahannku, kemudian menerangkan, "Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan hubungan lebih jauh dengan Jimmy, karena dia memang pemuda yang baik. Aku sangat menyukainya."

Hatiku bergetar dan napasku semakin cepat. Aku takut aku nggak mampu mendengarkan ceritanya lebih lanjut. Berbagai macam pikiran saling bergolak di dadaku.

"Kita pergi ke danau Chisolm dan parkir disana. Kami berciuman beberapa saat. Kuletakkan tanganku dipahanya agar dia tahu aku menginginkan yang lebih jauh lagi. Diapun kemudian menysupkan tangannya ke dalam bajuku dan mengusap-usap pelan. Kurasakan dia sudah siap, maka aku menyarankan untuk pindah ke jok belakang. Kemudian kulepas celana dalamku. Melihat itu diapun segera melepas sabuk dan celana panjangnya. Dia meletakkan tangannya di celah pangkal pahaku dan mengusap-usapnya."

Batang kemaluan Bobby lasung bergolak mendengar cerita Crissy. Pemuda itu langsung diliputi perasaan cemburu dan sekaligus terangsang berat mendengar cerita adiknya tentang hilangnya kegadisannya. Bobby membayangkan bagaimana Crissy membuka pahanya lebar-lebar, vaginanya yang sudah basah siap menanti, perasaan cemburu paling berat yang selama ini tidak pernah dialami sebelumnya. Rasanya dia ingin menggantikan posisi Jimmy, meraba bagian pangkal paha Crissy dan menjelajahi setiap sudut bagian itu.

Ketika Crissy menghentikan ceritanya sambil nenarik napas panjang, Bobby yang tidak sabar, "Terus apa yang terjadi selanjutnya?"
Sambil merendahkan suaranya Crissy berkata, "Kemudian keadaan berubah menjadi buruk."
"Apa sakit sekali???" tanya Bobby menduga kelanjutan cerita Crissy.
"Tidak, tidak sakit sama sekali, karena dia tidak memasukkan anunya ke dalam milikku. Aku tidak mengijinkannya."
"Kamu tidak mengijinkan? Lalu apa yang terjadi kemudian?"
"Sebenarnya dia sudah siap untuk memasukkan 'anunya'... Kalian biasa menyebut 'cock'? ketika dia sudah akan memasukkan burungnya, aku segera menutup pahaku sehingga dia tidak bisa melakukan itu. Kelihatannya Jimmy benar-benar sudah tidak tahan, kemudian dia menggosok-gosokkan burungnya ke tubuhku, sebentar kemudian dia keluar. Makanya aku cepat pulang dan mandi. Oh... Bobby, aku telah mengecewakannya! Aku yang memulai dan ketika menit-menit terakhir aku sendiri yang membatalkannya. Akupun minta Jimmy segera mengantarkanku pulang. Aku benar-benar frustasi, kecewa dan menangis tentang apa yang terjadi. Aku benar-benar bersalah!"

Perasaanku benar-benar lega. Aku tidak bisa memahami atau menjelaskan sepenuhnya, yang jelas hatiku jadi berbunga-bunga karena Crissy tidak jadi kehilangan kegadisannya. Akupun memahami perasaanku terlalu egois tanpa melihat kenyataan bahwa bagaimanapun juga aku tidak boleh berpikiran seperti itu. Aku seharusnya mendukung dan membujuknya untuk melanjutkan hubungannya, agar tidak sampai menjadi bencana buat hubungannya.

"Crissy sayang, hal itu memang tidak biasa terjadi pada seorang gadis. Kegadisan memang harus diberikan kepada orang yang tepat. Cobalah kamu usahakan untuk memahami dirimu sendiri kenapa kamu harus menolaknya?"
Crissy menatapku dengan tajam, kemudian dia menganggukkan kepala pelan-pelan.
"Kamu sudah mengerti?" tanyaku.
Crissy menganggukkan kepalanya lebih tegas dan berbisik, "Ya, aku sudah tahu, tapi tidak dapat mengatakannya kepadamu."

Bobby sampai terperangah, untuk pertama kalinya Crissy menyembunyikan perasaan kepadanya. Pemuda itu benar-benar tidak paham atas sikap adiknya ini. Sambil membelai-belai pipinya dengan lembut, Bobby berkata,
"Crissy, aku sangat menghormati privasimu, tapi ingatlah aku Bobby kakakmu, kita biasanya selalu tidak pernah merahasiakan sesuatu. Apa kamu ingin kita saling merahasiakan sesuatu?"
Crissy pun mulai menangis lagi. "Tidak," isaknya, "Aku tidak ingin merahasiakan."
"Kalau begitu kau mau cerita kepadaku?" kata Bobby.

Crissy kemudian mengatur posisi duduknya dan sambil menegakkan wajahnya dia pun berkata,
"OK kalau kamu memang ingin tahu, aku akan katakan terus terang. Alasan aku menolak Jimmy adalah... Alasannya adalah karena Jimmy bukan kamu."

Bobby benar-benar terkejut. Untuk beberapa saat mereka berdua saling berpandangan tanpa mengucapkan sesuatu... Pemuda itu benar-benar terkejut dengan mendengar kata-kata Crissy. Pemuda itu seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, apakah dia tidak sedang bermimpi? Apakah ini hanya pengaruh fantasinya terhadap adiknya selama ini? Rasa cintanya yang selama ini dipendamnya? Dan kecemburuannya? Apakah selama ini Crissy juga memendam perasaan yang sama kepadanya? Bobby yakin bahwa Crissy benar-benar mengatakan sejujurnya apa yang dipikirkannya.

"Crissy, apa yang kau maksudkan... ?"
"Ya, kakakku yang baik. Memang itu yang aku maksudkan. Maksudku aku tidak ingin memberikan keperawananku kepada Jimmy. Aku bermaksud memberikannya kepada seseorang yang benar-benar memperdulikan aku dan lembut dan menjadikannya benar-benar sempurna. Aku tidak ingin saat pertamaku berlangsung cepat tanpa kesan, dilakukan di jok belakang mobil yang mungkin bisa diintip anak-anak. Bobby, sudah lama aku memimpikan saat pertama kaliku adalah denganmu, dengan orang yang paling aku sayangi, kakakku yang manis Bobby."

Selesai mengatakan itu Crissy langsung memeluk lehernya erat-erat.
"Oh, Bobby, kamu baru tahukan? Apa yang kau pikirkan tentang aku sekarang!"Bobby mengelus-elus punggung Crissy dengan penuh kasih sayang. Kemudian membisikkan ditelinganya,
"Apa yang aku pikirkan adalah kau lebih jujur dari pada aku, yang sebenarnya juga mempunya perasaan yang sama."
Crissy menarik tubuhnya dan memandang tajam wajahku. "Maksudmu kamu juga punya perasaan yang sama denganku?"
"Oh Tuhan, Crissy, sekali lagi, aku sebenarnya sudah mencoba untuk memendam dalam-dalam perasaanku tapi setiap kali selalu gagal. Masyarakat mengatakan hal itu adalah dosa bila seorang kakak mencintai adiknya sendiri, aku selalu ingin menjadi seorang kakak yang baik, tapi setiap kali kita membicarakan masalah sex, setiap kali kamu pulang kencan, hatiku selalu gelisah dan cemburu. Setiap kali kau menceritakan teman kencanmu hatiku menjerit, aku ingin bahwa itu adalah aku, aku ingin menggantikan posisi teman-teman kencanmu. Karena anggapan taboo untuk hubungan antara saudara maka aku selalu berusaha menekan perasaanku."

"Oh Bobby, taboo itu adalah anggapan kuno sebelum ada alat KB, yang bisa mencegah kehamilan. Anggapan itu mungkin untuk mencegah agar kakak tidak memperkosa adiknya, atau juga mungkin adik memaksa kakaknya."

Crissy berhenti sesaat kemudian meneruskan kata-katanya setengah berbisik, "Aku tidak memaksamukan Bobby? Kamu tidak berbasa-basi untuk sekedar menyenangkan diriku bukan?"

Kuraih tangan Crissy kemudian kuletakkan diatas kemaluanku.

"Rasakan dan katakan bagaimana menurut pendapatmu."

Tangan Crissy mengusap-usap bagian menonjol di depan celana jeanku. Karena saat itu aku sudah terangsang maka batang kemaluankupun sedang tegang maximal. Mata Crissy pun melotot, diapun berkata,

"Oohhh Bobby, punyamu keras, dan... Dan besar sekali!!!. Apa ini semua karena aku??? Aku bisa membuatmu begini???"
"Yeah, betul sekali. Melihat bayangan tubuhmu dibalik bajumu yang tipis, sentuhan dadamu saat berpelukan seperti ini dan membayangkan kalau kau nggak pakai baju, membuatku jadi begini."
"Kamu ingin melihat tubuhku telanjang kak?" bisik Crissy dengan suara lembut dan mesra.
"Oh, pasti Crissy, aku sudah sejak lama memimpikan meluhat tubuhmu tanpa ditutupi sehelai benangpun."
"Well, aku juga demikian," kata Crissy."Aku juga sudah lama memimpikan melihat kamu telanjang, melihat 'anumu' yang sering menonjol keras di celanamu itu."
"Apa lagi yang pernah kau angankan?" kataku penasaran.
"Aku memimpikan kita berdua telanjang bulat. Kau raba seluruh tubuhku dari kepala sampai ujung kaki. Kau menciumku seperti aku adalah pacarmu, bukan sebagai adik. Kau menciumi seluruh tubuhku... Khususnya di tempat-tempat yang sangat nikmat."

Kemudian Crissy berkata lagi dengan suara yang lebih pelan, "Kemudian aku memimpikan kau bermain cinta denganku, dan... kau ambil keperawananku, tentunya itu akan sangat nimat dan indah sekali."
Crissy kemudian memelukku erat sekali sambil menempelkan seluruh tubuhnya, "Bobby, buatlah impianku ini menjadi kenyataan."

Tanpa menjawab lagi pertanyaan Crissy, kuangkat wajahnya dan kucium bibirnya. Kucium seperti aku mencium kekasihku, tidak seperti adikku. Bibir kami saling terbuka dan lidah kami saling menyentuh dan mengait. Tubuh Crissy langsung bereaksi, nafasnya berpacu dengan cepat. Tanpa melepaskan ciuman kami, kini tubuhn Crissy tidur terlentang dan menarik tubuhku agar menindih tubuhnya. Seluruh permukaan tubuh kami saling berhimpit, saling bergesek dan nafas kamipun ikut berpacu.

Kuangkat bajunya ke atas dan buah dadanya yang kanan kuremas-remas pelan, putting payu daranya yang mencuat itu kupilin-pilin dan kuputar-putar. Kurasakan puttingnya semakin keras dan tegang, mulut Crissy merintih dan mendesah, memanggil-manggil namaku.

"Ooohhh Bobby, aaahhh... Bobby, Bobby... Enak sekali... Nikmat Bobby... Ohhh."

Ciumanku kemudian menjelajahi seluruh wajahnya, keningnya, matanya, pipinya, merambat ke telinganya dan juga ke lehernya. Seluruh wajahnya sudah basah oleh jilatanku. Bajunya kulepas melewati kepalanya sehingga buah dadanya terbuka sama sekali. Sepasang bukit indah yang sudah lama kuimpikan dan kubayangkan. Memang sepasang bukit itu benar-benar sempurna, jauh lebih indah dari yang aku bayangkan. Bulat, kencang dan mencuat indah sekali. Puttingnya yang berwarna merah muda tegang menantang dipuncaknya.

Ciumanku segera mendarat disana, merayapi lembahnya dan seluruh cembungan sampai mencapai puttingnya. Lidahku mengkait dan memutari putting kecil itu dan kemudian kujepit dengan bibirku, kupilin-pilin dan kuhisap-hisap. Kemudian ciumanku bergeser ke bukit satunya kuciumi seperti tadi. Suara desahan dan rintihan Crissy semakin keras, tubuhnya menggeliat setiap kali putting dadanya suhisap-hisap.

Sambil mengerjai sepasang bukit dadanya, tanganku juga ikut bergerilya. Selimut yang menutupi bagian bawah tubuh Crissy sudah kucampakkan. Jari-jariku kususupkan ke dalam celananya, bahkan langsung kebalik celana dalamnya. Crissy pun segera membuka pahanya lebar-lebar mengundangku agar lebih mudah dan leluasa menjelajagi bagian paling rahasia miliknya ini.

Akhirnya aku tidak tahan lagi, baju bawahnya dan celana dalamnya pun aku lepas sama sekali melewati kakinya. Seluruh kemulusan tubuh Crissy pun akhirnya terpampang nyata. Bagian segitiga dipangkal pahanya tampak cembung dan ditumbuhi rabut pirang yang halus serta terawat rapi. Ketika jari-jariku menelusuri celah-celah dari bibir vaginanya yang tebal, terasa hangat dan lembab. Tangankupun basah oleh cairan lendir yang keluar dari tempat paling rahasia Crissy, dan aroma khas cairan kewanitaan Crissy tercium memenuhi ruangan.

Fantasiku dan impianku akan vagina Crissy sudah menjadi kenyataan, aku benar-benar telah menjelajahi setiap inchi tubuhnya sampai yang paling rahasia, dan kami menikmati getaran percintaan setiap menitnya. Akupun telah membuat fantasi dan impian Crissy jadi kenyataan. Aku telah meraba dan menjelajahi seluruh tubuhnya dan menciuminya juga. Kini aku ingin memenuhi impianku lebih lanjut lagi, melengkapinya secara tuntas.

Pinggul Crissy sampai terangkat-angkat setiap kali jari-jariku menelusuri lembah basah di celah-celah vaginanya. Terkadang Crissy menjerit lirih saat citorisnya kupilin-pilin. Sepertinya bagian itu adalah bagian paling peka ditubuhnya yang sekaligus bisa memberikan rangsangan paling sensasional. Aku jadi paling sering bermain disana. Aku ingin memberikan Crissy kenikmatan yang paling sempurna, memanjakannya dan sekaligus menyayanginya dengan sepenuh hati.

"Crissy," bisikku, "Kamu benar-benar sangat cantik, aku tidak pernah membayangkannya, kau gadis paling cantik yang pernah kulihat."
"Terima kasih atas pujianmu yang sangat manis ini," kata Crissy, "Tapi ini cuman satu sisi saja. Aku sudah nggak pakai apa-apa sedang kamu masih pakai pakaian lengkap. Kamu sudah melihat seluruh bagian tubuhku tapi aku tidak. Sekarang saatnya kamu harus buka semua bajumu Kak."

Bobby segera berdiri dan melepas semua pakaiannya, kemudian berdiri telanjang bulat di depan Crissy. Tubuhnya yang tegap atletis dan batang kemaluannya mengembang penuh dan tegak menantang, ujung kemaluannya yang berbentuk seperti topi baja itu mengkilat saking tegangnya. Mata Crissy pun melotot memandang bagian itu. Tangannya segera meraih dan mendekapnya. Jari-jarinya tidak muat mencakup batang kemaluan kakaknya itu.

"Ya Tuhan, Bobby, luar biasa sekali punyamu ini, begitu keras dan sangat besar. Aku jadi ragu-ragu apa bisa muat dimasukkan kepunyaku?"
"Milik gadis bisa mengembang cukup besar sehingga akan bisa menampungnya semua. Kau tahu kan baby juga dilahirkan melalui lubang itu, dan baby tentunya jauh lebih besar dari pada punyaku."
"Ya, aku juga mengharapkan begitu," kata Crissy masih khawatir, "Tapi ingat lho, orang melahirkan itu prosesnya lain, tidak setiap saat punya wanita bisa mengembang seperti itu. Kamu harus hati-hati ya... Aku agak takut."
"Crissy sayang, aku pasti akan hati-hati, aku tak ingin membuatmu menderita, kau tahu pasti itu. '
"Ya aku sangat memahaminya," kata Crissy.

Bobby kembali memeluk Crissy, kini seluruh kulit tubuhnya bersentuhan dan bergesekan secara langsung dengan tubuh mulus Crissy. Crissy juga membuka pahanya lebar-lebar dan melingkarkan kakinya kepinggul Bobby. Batang kemaluan Bobby dijepit diantara belahan vaginanya. Seketika tubuh kedua remaja yang sedang dimabuk cinta itu bergetar, perasaan sensasional yang sangat nikmat mengalir kesekujur tubuhnya. Gesekan dan gerakan kecil dari permukaan tubuh mereka sedah menimbulkan perasaan nikmat luar biasa. Terutama Crissy, batang kemaluan kakaknya yang keras itu menekan dan mengegesek celah-celah vaginanya telah menimbulkan kenikmatan yang begitu luar biasa. Gadis ini hampir lupa diri dibuai kenikmatan. Tubuhnya seperti melayang-layang diangkasa.

"Ohhh, Bobby, Bobby, aku nggak pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya. Setuhan tubuhmu memberikan kenikmatan yang teramat luar biasa. Aku benar-benar tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya. Ini karena kamu yang melakukan Bobby, kamu telah membuat impianku terwujud, bahkan lebih dari yang aku harapkan, dan rasanya aku benar-benar tergila-gila."

Bobby menggerakkan pinggulnya naik turun sambil menekan batang penisnya ke vagina Crissy, bibirnya keduanya saling berciuman dengan hot sekali, sementara tangan Bobby meremas dan memainkan putting buah dada Crissy. Crissy juga berusaha mengimbangi gerakan tubuh Bobby, digerakkan kekiri-kanan dan kadang diangkat-angkat. Tubuh keduanya sudah dibanjiri keringat. Tiba-tiba tubuh Crissy menegang dan mengerang keras, tangannya mencengkeram pundak Bobby dan pahanyapun menjepit pinggul Bobby kuat-kuat.

"Ooohhh..... Aaahhh... Aku keluarrr, ohhh Bobby aku keluarrr... Aku keluaarrr." Jerit Crissy, "Ooohhh Bobby... Aaahhh!"

Bobby masih meneruskan gerakannya, sambil pelan-pelan menurunkan temponya sampai tubuh Crissy lemas terkulai. Pemuda itu sangat terharu, matanya sampai berkaca-kaca menyaksikan adikknya mencapai orgasme yang demikian dasyat. Dia sangat bersyukur bisa memberikan kebahagiaan dan kenikmatan buat Crissy. Diciuminya seluruh wajah adiknya yang sangat dicintainya dan disayanginya ini. Untuk beberapa saat Crissy tidak mampu berkata apa-apa, matanya tertutup rapat, napasnya tersegal-segal dan seluruh tubuhnya terasa lemas bagai tak bertulang lagi.

Sesaat kemudian Crissy mulai sadar kembali.

"Aku tidak yakin ada orang lain yang bisa memberiku kenikmatan seperti ini Bobby," katanya pelan, "Benar-benar sangat luar biasa, aku benar-benar tidak pernah merasakan sebelumnya, aku benar-benar menyayangi dan mencintaimu Bobby," kata Crissy sambil menciumi wajah kakaknya dengan penuh kemesraan, "Tapi inikan baru permulaan saja bukan?" katanya lembut, "Aku masih menantikan kelanjutannya."
"Yeah, bagian pembukaan baru saja selesai," kataku.
"Biarkan aku melihatnya dulu," kata Crissy. "Aku belum pernah melihatnya dengan jelas," katanya sambil tersenyum. "Kenyataannya, Jimmy adalah laki-laki pertama yang pernah kulihat 'anunya', tapi dalam keadaan gelap sehingga aku nggak bisa jelas melihatnya. Sebelum milikku kau masuki punyamu ini, paling tidak aku bisa melihat dulu seperti apa bentuknya," katanya Crissy genit.

Crissy kemudian menggeser tubuhnya kebawah, sisi tubuhnya sebelah kiri tiduran diatas perutku sambil menghadap kebawah, sehingga wajahnya hanya beberapa cm dari batang penisku yang tegak mengacung langit. Tangannya kini menggenggam batang penisku dan menggerakkannya naik turun. Kepala topi bajaku yang mengkilat itu juga dijilati dan kadang-kadang diciuminya dengan mesra. Kini ganti Bobby yang dibuat kelojotan menikmati sensasi kenikmatan yang luar biasa.

"Oohhh... Crissy, aaahhh," desah Bobby.
"Apa aku sudah melakukannya dengan benar?" tanya Crissy.
"Tergantung," jawabku pendek sambil meringis menahan nikmat.
"Apa maksudmu?"
"Maksudku bila kamu ingin melihatku segera keluar disana, kamu sudah melakukannya dengan benar."
"Kamu sudah mau keluar?"
"Ya Tuhan, ya!, tapi aku ingin dengan cara lain. Aku sudah nggak tahan lagi menahannya, tapi aku ingin menumpahkannya didalam milikmu itu, aku ingin merasakan kehangatan dan jepitan liang vaginamu yang kecil itu, dan nikmatnya keluar didalam vaginamu."
"Oh, Bobby, aku juga!" kata Crissy sambil menindih tubuhku.Sepasang bukit dadanya yang padat mengusap dadaku, pahanya dibuka dan menjepit kedua pahaku sehingga batang kemaluanku bergesekan dengan ketat dengan belahan vaginanya. Kami berciuman dengan rakusnya, lidah kami saling belit dan saling sentuh.
Tubuh Crissy kembali bergetar dan mengejang, gadis ini begitu cepatnya kembali mencapai orgasme. Kurasakan cairan vaginanya yang hangat mengalir kebawah membasahi kantung kemihku.

"Crissy aku tidak bisa lagi menahannya berlama-lama."
"Aku juga Bobby, aku segera ingin menikmati milikmu sepenuhnya, ayo masukkan Bobby."
"Crissy, ini mungkin agak sakit untuk pertama kali. Kamu benar-benar sudah siap?"
"Ya tentu saja, aku wanita. Setiap wanita pasti tahu tentang itu dan aku sudah siap. Meskipun itu sakit tapi aku yakin kamu akan memberikan yang paling baik buatku, lebih baik daripada laki-laki lainnya. Katakan kepadaku apa yang sebaiknya aku lakukan, bagaimana posisiku? Aku terlentang kemudian kau melakukannya? Mungkin itu paling baik buatmu?"

"Tidak, tetap posisi seperti ini saja. Ini adalah cara terbaik buatmu untuk pertama kali," kataku, "Bertumpulah pada lututmu sehingga penisku tepat dibawah liang vaginamu. Kemudian turunkan pelan-pelan pinggulmu sampai kau merasa ujung penisku masuk ke liang vaginamu. Bila merasa sakit stop dulu beberapa saat sampai liangmu yang kecil itu mengembang menyesuaikan diri, kemudian turunkan lagi agar masuk lebih dalam. Begitu seterusnya sampai semua batang penisku masuk seutuhnya."

Crissy menciumku dengan mesra sambil berbisik, "Itulah yang aku mau, aku ingin pertama kali denganmu, kamu pemuda yang baik, aku tahu kamu akan sangat memperhatikan aku dan memberikan aku yang terbaik."

Crissy kemudian duduk bertumpu dengan lututnya, tangannya meraih batang penisku dan menempatkan ujungnya tepat dimulut liang vaginanya yang kecil itu. Dan sambil saling bertatapan mata, Crissy pelahan-lahan menurunkan pinggulnya menduduki penisku yang berdiri tegak.

Aku memandangi bola mata Crissy tanpa berkedip. Kulihat Crissy konsentrasi sepenuhnya. Perasaan kami sangat tegang menantikan saat-saat yang paling bersejarah buat kami berdua. Kurasakan ujung penisku mulai menyeruak masuk ke liang vagina Crissy. Terasa sempit menjepit, dan hangat. Crissy menghentikan tekanannya sambil menarik napas dalam-dalam, kemudian menekan lagi kebawah. Kulihat alis mata Crissy agak mengernyit kesakitan, tapi tetap menekan terus kebawah...

"Aahhh..." desah Crissy ketika ujung topi bajaku melesak masuk ke dalam liang kecil itu.

Untuk beberapa saat kembali Crissy menghentikan gerakannya. Wajahnya merah menahan sakit. Aku juga merasa ngilu dan nikmat luar biasa ketika ujung kemaluanku dijepit kuat-kuat.

"Sakit sayang, stop dulu jangan dipaksa," kataku sambil mengelus-elus bukit dadanya.

Crissy menggelengkan kepala sambil senahan sakit, tapi bibirnya berusaha tersenyum. Kemudian menekan lagi agak keras dan...

"Ohh..," erang Crissy ketika ujung kemaluanku terasa membentur semacam penghalang disana.
"Stop dulu sayang, itu adalah selaput perawanmu," kataku, "Agak sakit disini."
Crissy cuman mengangguk kecil. Kulihat air matanya mengambang disana. Beberapa kali Crissy mengambil napas dalam-dalam, kemudian menekan kuat-kuat...
"Aduhh... Ahhh, kak," jerit Crissy agak keras. Kurasakan ujung kemaluanku melesak sampai separuhnya menembus selaput keperawanannya.

Tubuh Crissy roboh diatas dadaku. Samar-samar kudengar isak tangisnya. Aku sangat terharu... Ya, hari ini aku telah memecah keperawanan adikku sendiri. Aku nggak bisa mengucapkan kata-kata, hanya kubelai-belai rambutnya. Sesaat kemudian Crissy mencium bibirku sambil berbisik,

"Aku sudah berhasil kak." Kulihat air matanya mengalir dipipinya, tapi wajahnya riang dan berbinar-binar. Kamipun berpelukan dengan mesra.
"Ayo Crissy, kita tuntaskan sekalian," bisikku, "Sekarang nggak usah ngotot, kita goyangkan saya pelan-pelan sambil ditekan sedikit-sedik, nanti akan masuk sendiri."

Sesaat kemudian Crissy menggerakkan pinggulnya pelan-pelan sambil menekan. Aku juga merusaha mengimbangi gerakannya sambil membelai-belai punggung dan pinggulnya. Kembali keduanya tenggelam ke dalam buaian kenikmatan lautan birahi.

Sedikit-demi sedikit batang kemaluan Bobby menyeruak masuk ke dalam liang vagina Crissy yang kecil itu. Tampaknya Crissy tidak mengalami kesakitan seperti tadi, meskipun desahan dan rintihan masih keluar dari bibir Crissy, tapi bukan karena sakit melainkan lebih banyak karena kenikmatan yang dirasakannya. Akhirnya tanpa mereka sadari seluruh batang kemaluan Bobby tenggelam sepenuhnya ke dalam liang vagina Crissy. Kini tubuh mereka sepenuhnya saling berhimpit dan merapat. Tidak ada lagi celah-celah ruang yang memisahkan tubuh keduanya.

"Ohh..." desah Crissy sambil menekan bukit dadanya kedada Bobby. Puttingnya yang sudah mengeras bagai kerikil itu terasa menggaruk-garuk dada bidang kakaknya. Bibir mereka saling menghisap sambil lidahnya saling membelai. Crissy kemudian berbisik ditelinga kakaknya,

"Bobby, penismu sudah masuk semuanya. Begitu penuh dan sesak, sepertinya nggak ada lagi ruang yang tersisa disana, Oh Bobby, memang sakit sekali tadi waktu masuk, tapi sekarang sepertinya nggak kurasakan lagi, enak sekali Bobby... Begitu nikmatnya."

Untuk beberapa saat mereka terdiam tanpa berkata-kata, hanya gerakan-gerakan kecil dari pinggul mereka. Pikiran mereka berdua sepertinya sedang dikonsentrasikan kebagian kemaluannya masing-masing dimana perasaan nikmat yang tiada terkatakan sedang mengalir ke seluruh tubuhnya. Kedua mata mereka saling bertatapan, senyuman manis Crissy yang penuh rahasia menghiasi wajahnya yang imut dan cantik sekali. Bobby merasakan betapa ketatnya jepitan liang vagina Crissy. Sehingga dengan sedikit gerakan saja sudah menimbulkan perasaan rasa nikmat luar biasa.

Pinggul Chrissy mulai digerakkan pelahan-lahan turun hampir. Bobby pun mengiringinya dengan gerakan yang seirama. Setiap kali batang penis Bobby tercabut naik sekitar 2 inci, kemudian ditekan lagi ke dalam. Setiap gerakannya menimbulkan sensasi luar biasa karena ketatnya jepitan liang vagina Chrissy pada penis Bobby dan juga karena permukaan kuit bagian tersebut memang paling sensitif. Cairan kewanitaan Chrissy keluar semakin banyak, melumasi dinding liang vagina itu sehingga mengurangi rasa pedih akibat gesekan, sehingga beberapa saat kemudian tidak ada lagi rasa pedih yang dirasakan Chrissy. Yang ada hanyalah sensasi kenikmatan dan kenikmatan, yang membakar seluruh tubuh mereka.

"Ohh Bobby, aku hampir tidak bisa percaya bagaimana nikmatnya ini! inikah surga?!" guman Chrissy.
"Ohh, Bobby, aku tahu ini akan luar biasa, aku tahu kau akan membuat keadaan ini menjadi luar biasa, tapi kenikmatan ini benar-benar jauh diatas yang aku bayangkan," kata Chrissy sambil meneruskan gerakannya.

Gerakan naik-turun tersebut makin lama semakin panjang, sehingga kemudian hampir seluruh 7 inci batang penis Bobby tercabut semua, dan kemudian ditekan lagi hingga amblas kedasar liang vagina Chrissy. Nafas Chrissy semakin memburu, dan sepertinya mulai agak tersegal-segal. Ini bukan hanya karena beratnya aktivitas yang dia lakukan, tetapi karena dia semakin naik mendekati puncak orgasmenya.

Dorongan gairah Chrissy yang semakin meningkat, dan tiba-tiba terdengar suara 'poop' ketika penis Bobby tercabut lepas.

"Ohhh, jangannn!" teriak Chrissy setengah menangis, "Kembalikan cepaaat, kembalikan cepaaat, ooohhh kembalikan kepadaku!"

Kudorong tubuh Chrissy terlentang, kupegang kedua pahanya dan kubuka lebar-lebar sehingga liang vaginanya terpampang jelas dihadapanku. Hatiku berdesir melihat betapa liang itu sudah terbuka sedikit, tidak merapat seperti sebelumnya. Dan dari liang itu tampak memeleh keluar darah segar bercampur cairan vaginanya.

"Ohhh... Darah keperawanan adikku, aku telah mengambil keperawanan adikku sendiri." Bathinku.

Kutarik pinggul Chrissy sambil kumajukan pinggulku sehingga batang kemaluanku yang tegang mengkilat basah oleh cairan vagiva Chrissy bercampur darah perawannya, menempel tepat di gerbang liang vaginanya. Pelahan kudorong penisku masuk. Meskipun masih cukup sulit karena sempitnya lubang itu, tapi berkat cairan vaginanya yang licin itu penisku bisa kumasukan semua sampai terasa ujung batang penisku menekan kuat dasar liang vagina itu. Chrissy merintih cukup nyaring ketika batang penisku bergesekan ketat dengan dinding liang vaginanya.

"Ohhh, ahhh, Bobby! Terusss... Masukkan ooohhh, ya yaa terusss!"

Aku hampir tidak percaya bahwa lubang kecil itu mampu mengembang sedemikian rupa sehingga batang penisku bisa masuk semuanya. Kemudian kutarik lagi penisku pelahan-lahan sampai separuh bagian dan kutekan kembali sampai amblas ke dasar liang vagina itu, demikian terus menerus kulakukan dengan tempo semakin lama semakin cepat.

Rintihan dan erangan Chrissy semakin keras, tubuhnya menggeliat geliat mengikuti gerakanku sambil pinggulnya terangkat-angkat setiap kali penisku kutarik.

"Ohhh, yes, yes, ohhh, terus, terus... Aaahhh ooohhh."

Kurasakan puncak orgasmeku sudah semakin dekat. Pikiranku juga melayang-layang. Adikku, adikku tersayang Chrissy, aku sedang ML dengan adikku sendiri, kuperawani adikku yang selama ini kusayang-sayang.

"Ohhh apa yang sedang kulakukan?" bisik hatiku, tapi kenikmatan ini benar-benar teramat sangat luar biasa sehingga aku tak mampu menolaknya... Aku benar-benar tak bisa membayangkan kenikmatan yang seperti ini...

Tiba-tiba aku dikejutkan dengan teriakan Chrissy yang nyaring sambil tangannya mencengkeram punggungku. Tubuhnya bergetar dan mengejang. Sepertinya Chrissy telah mencapai orgasmenya kembali. Liang vaginanya berdenyut-denyut keras seperti meremas-remas penisku. Dan tiba-tiba penisku seperti kontak ikut terpengaruh sehingga batang penisku ikut berdenyut-denyut. Cepat-cepat kutarik keluar batang penisku, dan spermaku langsung menyembur keras keudara berkali-kali, dan jatuh menimpa dada, perut, paha dan bahkan juga berhamburan diatas kasur.

Mata Chrissy melotot menyaksikan semburan spermaku yang begitu dasyat. Gadis itu sampai lupa tentang orgasmenya.

"OHH, seperti itukah kalau pemuda orgasme???" serunya.

Dia usap-usap cairan sperma yang ada didadanya, diperhatikannya dengan seksama cairan putih kental dan lengket itu.

Batang kemaluanku tetap keras dan kencang meskipun telah orgasme, bahkan sepertinya hampir tidak berubah. Sepertinya rangsangan kenikmatan yang kurasakan membuat gairahku begitu tinggi sehingga belum terpuaskan hanya dengan sekali orgasme.

Kembali kupasang penisku digerbang liang vagina Chrissy, gairah Chrissy sepertinya juga tetap tinggi, mungkin setelah melihatku orgasme adikku ini jadi semakin bergairah. Langsung diraihnya leherku diciumi bibirku sambil memelukku erat-erat. Segera kutindih tubuhnya dan penisku kembali amblas ke dalam liang vagina Chrissy dan paha Chrissy juga langsung melingkar dan menjepit pahaku.

Gairahku langsung memuncak kembali, kugerakkan pinggulku naik-turun dengan bersemangat. Chrissy juga menggerakkan pinggulnya kekiri-kekanan mengimbangi gerakanku. Kembali kami berlomba dan saling memacu gairah birahi kami. Napas kamipun ikut berpacu semakin cepat.

Tanganku tak tinggal diam, kugerayangi kemulusan tubuh Chrissy, buah dadanya kuremas-remas dan puttingnya kupilin-pilin, membuat tubuh Chrissy menggeliat-geliah semakin liar dan desahan serta rintihannya semakin nyaring memenuhi ruangan.

Chrissy semakin bersemangat mengimbangi gerakanku. Adikku sepertinya semakin lincah dan pandai melakukan olah gerak seksual. Irama gerakannya semakin padu dengan gerakanku. Pinggulnya kadang-kadang bergerak kekiri-kekanan, tapi kadang-kadang juga berputar-putar atau diangkat-angkat yang pada akhirnya menimbulkan perasaan nikmat yang semakin luar biasa.

Mulutnya tidak hanya mendesis-desis dan mengerang-erang, tapi juga diiringi tangisan dan jeritan-jeritan kecil yang menimbulkan sensasi suara yang bisa membangkitkan bulu roma. Kami terus berpacu dan berpacu dalam alunan nafsu birahi. Kami benar-benar lupa dengan keadaan sekeliling kami, melupakan siapa kami. Yang ada hanyalah kenikmatan dan kasih sayang.

Irama gerakan kami semakin lama semakin cepat, napas kami sudah berpacu seperti lokomotip dan keringat kami sudah membanjiri sekujur tubuh kami. Sampai akhirnya kembali Chrissy menjerit sambil menggigit pundakku, tubuh dan kakinya mengejang dan menjepit kuat-kuat.

"Ooohhh... Aaahhh Bobbyyy... Aku keluar lagi, ooohhh aku keluar lagi."

Segera kupercepat gerakanku, kurasakan penisku juga sudah berdenyut-denyut, aku ingin keluar bersamanya. Dan satu menit kemudian, ketika denyutan-denyutan liang vagina Chrissy belum lagi hilang, batang kemaluanku berdenyut kuat dan segera kutekan kuat-kuat kedasar liang vagina Chrissy dan spermakupun menyembur kuat beberapa kali. Kembali Chrissy menjerit misteris merasakan semburan spermaku didalam dasar liang vaginanya.

"Ooohhh, BOBBY, OH BOBBY, terus, terusss, ohhh, luar biasa ooohhh, habiskan Bobby, terus, terus ooohhh."

Aku masih terus menggerakkan pinggulku naik-turun sampai beberapa saat setetah semprotan spermaku berhenti, kemudian tubuhku terkulai lepas diatas tubuh Chrissy. Adikku Chrissy sepertinya juga sudah kehabisan tenaga. Matanya tertutup rapat dengan napas masih tersegal-segal. Penisku masih tertanam di vagina Chrissy.

Beberapa saat kemudia mata Chrissy terbuka, dan kami saling berpandangan tanpa berkata-kata. Diapandangnya wajahku tajam-tajam. Dimata Chrissy aku tetap seperti seorang pahlawan, tapi sekarang ada lagi bayangan lain, sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya. Aku menyadari bahwa tatapan mata Chrissy memancarkan cinta kasih yang begitu mendalam, dan penuh kemesraan. Hatiku berdesir melihat tatapan mata itu. Sorot mata yang tidak pernah kulihat seumur hidupku. Akupun berbisik,

"Chrissy, benar-benar luar biasa, lebih dari yang pernah kubayangkan."

Chrissy menganguk sambil tersenyum manis sekali. Diraihnya leherku dan kamipun berciuman dengan mesra sekali. Tanpa melepaskan ciumannya, didorongnya tubuhku kesamping, dan kini gantian Chrissy yang menindih tubuhku. Pinggulnya digerakkan naik-turun sehingga celah-celah vaginanya menjepit dan mengesek batang penisku, membuat penisku bangun lagi.

"Oh, Bobby, Bobby, kakakku, kekasihku. Terimakasih Bobby. Terimakasih. Aku yakin ini adalah saat yang paling bersejarah dalam hidupku, paling manis dan paling indah. Terimakasih, kau telah memberikan yang terbaik buatku. Aku sangat menyayangimu Bobby."

Pinggul bergerak semakin cepat, saling bergesekan dan saling menekan. Penisku sudah kembali tegang dan membesar sepenuhnya. Chrissy menciumi wajahku sambil berbisik,

"Bobby, masih sangat banyak yang harus kau ajarkan tentang sex. Akhir pekan ini semuanya untuk kita. Maukan kau ajari aku lebih jauh tentang sex?"

Ya tentu saja aku tidak akan menolak permintaannya. Kuhabiskan malam panjang ini diatas ranjang bersama Chrissy. Kuceritakan semua yang aku ketahui tentang sex, tapi yang terutama adalah mempraktekannya bersama. Akupun juga banyak belajar dari dia. Malam itu benar-benar menjadi milik kami berdua.

Ayu dan Efi, ibu dan anak sekaligus

Didalam cerita pengalaman saya yang pertama yang saya beri judul "Masa kecil saya di Palembang", saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu, seorang wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum pernah terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca didalam cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk di bangku SMP.

Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar-gambar bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian dalam, ini saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi beberapa kali.

Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua. Dengan hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.

Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa yang disebut cunnilingus, atahu mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.

Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami menjadi semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian sayapun segera menyusul.

Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.

Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks. Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua atahu tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.

Ayu juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh secara maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya dengan menertawakan "kulup" saya, dan setelah beberapa minggu Ayu kemudian berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik atahu mengupas kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.

Kadang-kadang Ayu juga minta "main" walaupun dia sedang mens. Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan saya dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.

Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru.

Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, "Ibu main kancitan, iya??" (kancitan = ngentot, bahasa Palembang)

Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.

"Hayo, ibu main kancitan," katanya lagi.

Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .

"Efi, Efi. Kamu ngapain sih disini?" kata Ayu lemas.

"Efi pulang sekolah agak pagi dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan sama Bang Johan," kata Efi tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Ayu tenang-tenang saja.

"Efi juga mau kancitan," kata Efi tiba-tiba.

"E-eh, Efi masih kecil?" kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya.

"Efi mau kancitan, kalau nggak nanti Efi bilangin Abah."

"Jangan Efi, jangan bilangin Abah?, kata Ayu membujuk.

"Efi mau kancitan," Efi membandel. "Kalo nggak nanti Efi bilangin Abah?"

"Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi." Ayu berkata.

Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil. Dari mana dia mengerti tentang "main kancitan" segala?

Ayu mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.

"Sini, biar Efi lihat." Ayu mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala penis saya kepada Efi. Efi datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Tempat tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyutuh Efi untuk membuka baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya masih belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian melorot celana dalam Efi dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Efi merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Efi menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Efi.

"Ibu, Efi malu ah?" kata Efi sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.

"Ayo, Efi mau kancitan, ndak?" kata Ayu.

Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya sangat tajam.

"Uh, mambu pesing." Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya "keju" yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi.

"Tunggu sebentar," kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya. Efi mulai membuka pahanya makin lebar.

Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Efi mulai memerah karena digosok-gosok Ayu dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Efi. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Efi yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.

Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi menggeliat-geliat sambil mengerang, "Ibu, aduuuh geli, ibuuuu?., geli nian ibuuuu?."

Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Efi dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.

"Aduh, sakit bu?," Efi hampir menjerit.

"Johan, pelan-pelan masuknya." Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi.

Saya coba lagi mendorong, dan Efi menggigit bibirnya kesakitan.

"Sakit, ibu."

Ayu bangkit kembali dan berkata,"Johan tunggu sebentar," lalu dia pergi keluar dari kamar.

Saya tidak tahu kemana Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan Efi dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Efi. Efi memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.

Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Efi yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Efi mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, "Aduuuh?!" Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih tetap kesakitan.

Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Efi. Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu pasti.

Saya melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.

"Cabut dulu," kata Ayu tiba-tiba.

Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Efi. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga. Ayu kembali melumasi penis saya dan kemaluan Efi dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Efi yang sedang menunggu. Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Efi. Aduh nikmatnya, karena lobang Efi betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam liang kemaluan Efi. Efi yang masih kecil. Saya juga sebetulnya masih dibawah umur, tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersanggama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri.

Efi belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik, dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat reaksi dari Efi yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atahu tidak. Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam saja.

Setelah beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Efi. Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu sudah terangsang lagi setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.

Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Ayu sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu kentut beberapa kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu. "Alangkah lemaknyoooooo?!" saya berteriak dalam hati.

"Ugh, ibu kentut," kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.

Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih belum cukup dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih anak kecil, dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu. Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atahu tiga kali seminggu. Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu, tetapi saya selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai menjadi agak kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami Ayu ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan kelihatannya Ayu juga cukup puas.

Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak pernah melacur dan ketika saya masih kawin dengan isteri saya yang orang bule, walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan perceraian, saya tidak pernah menyeleweng. Tetapi saya akan selalu berterima kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang telah memberikan saya kenikmatan didalam umur yang sangat dini, dan pelajaran yang sangat berharga didalam bagaimana melayani seorang perempuan, terlepas dari apakah itu salah atau tidak.

Ranting patah

Berkali kali kucoba menghubungi HP Febi, keponakanku yang kuliah di Semarang, tapi selalu dijawab si Veronica, sekretaris nasional dari Telkomsel. Akhirnya aku spekulasi untuk langsung saja ke tempat kost-nya, aku masih punya waktu 2 jam sebelum schedule pesawat ke Jakarta, rasanya kurang pantas kalau aku di Semarang tanpa menengok keponakanku yang sejak SMP ikut denganku.

Kuketuk pintu rumah bercat biru, rumah itu kelihatan sunyi seakan tak berpenghuni, memang jam 12 siang begini adalah jam bagi anak kuliah berada kampus. Lima menit kemudian pintu dibuka, ternyata Desi, teman sekamar Febi, sudah tingkat akhir dan sedang mengambil skripsi.
"Febi ada?" tanyaku begitu pintu terbuka.

"Eh.. Om Hendra.., anu Om.. anu.. Febi-nya sedang ke kampus, emang dia nggak tahu kalo Om mau kesini?" sapanya dengan nada kaget.

Aku dan istriku sudah beberapa kali menengok keponakanku ini sehingga sudah mengenal teman sekamarnya dan sebagian penghuni rumah kost tersebut.

"Om emang ndadak aja, pesawat Om masih 2 jam lagi, jadi kupikir tak ada salahnya kalo mampir sebentar daripada bengong di airport" jawabku sambil mengangsurkan lumpia yang kubeli di pandanaran.

"Aku ingin nemenin Om ngobrol tapi maaf Om aku harus segera bersiap ke kantor, maklum aja namanya juga lagi magang, apalagi sekretaris di kantor sedang cuti jadi aku harus ganti jam 1 nanti" jawabnya lagi tanpa ada usaha untuk mempersilahkan aku masuk.

"Sorry aku nggak mau merepotkanmu, tapi boleh nggak aku pinjam kamar mandi, perut Om sakit nih" pintaku karena tiba tiba terasa mulas.

Desi berdiam sejenak.

"Please, sebentar aja" desakku, aku tahu memang nggak enak kalau masuk tempat kost putri apalagi Cuma ada Desi sendirian di rumah itu.

"Oke tapi jangan lama lama ya, nggak enak kalau dilihat orang, apalagi aku sendirian di sini" jawabnya mempersilahkanku masuk.

"Oke, cuman sebentar kok, cuma buang hajat aja" kataku

Aku tahu kamar mandi ada di belakang jadi aku harus melewati kamar Desi yang juga kamar Febi yang letaknya di ujung paling belakang dari 9 kamar yang ada dirumah itu sehingga tidak terlihat dari ruang tamu. Desi tak mengantarku, dia duduk di ruang tamu sambil makan lumpia oleh olehku tadi, kususuri deretan kamar kamar yang tertutup rapat, rupanya semua sedang ke kampus.

Kulihat kamar Febi sedikit terbuka, mungkin karena ada Desi di rumah sehingga tak perlu ditutup, ketika kudekat di depannya kudengar suara agak berisik, mungkin radio pikirku, tapi terdengar agak aneh, semacam suara desahan, mungkin dia sedang memutar film porno dari komputernya, pikirku lagi. Ketika kulewat di depan kamar, suara itu terdengar makin jelas berupa desahan dari seorang laki dan perempuan, dasar anak muda, pikirku.

Tiba tiba pikiran iseng keluar, aku berbalik mendekati kamar itu, ingin melihat selera anak kuliah dalam hal film porno, dari pintu yang sedikit terbuka, kuintip ke dalam untuk mengetahui film apa yang sedang diputar. Pemandangan ada di kamar itu jauh mengagetkan dari apa yang kubayangkan, ternyata bukan adegan film porno tapi kenyataan, kulihat dua sosok tubuh telanjang sedang bergumulan di atas ranjang, aku tak bisa mengenali dengan jelas siapa mereka, karena sudut pandang yang terbatas.

Sakit perutku tiba tiba hilang, ketika si wanita berjongkok diantara kaki laki laki dan mengulum kemaluannya dengan gerakan seorang yang sudah mahir, dari pantulan cermin meja rias sungguh mengagetkanku, ternyata wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Febi, keponakanku yang aku sayang dan jaga selama ini, rambutnya dipotong pendek seleher membuatku agak asing pada mulanya.

Sementara si laki lakinya aku tak kenal, yang jelas bukan pacarnya yang dikenalkan padaku bulan lalu. Aku tak tahu harus berbuat apa, ingin marah atau malahan ingin kugampar mereka berdua, lututku terasa lemas, shock melihat apa yang terjadi dimukaku. Aku ingin menerobos masuk ke dalam, tapi segera kuurungkan ketika kudengar ucapan Febi pada laki laki itu.

"Ayo Mas Doni, jangan kalah sama Mas Andi apalagi si tua Freddy" katanya lepas tanpa mengetahui keberadaanku.

Aku masih shock mematung ketika Febi menaiki tubuh laki laki yang ternyata namanya Doni, dan masih tidak dapat kupercaya ketika tubuh Febi turun menelan penis Doni ke vaginanya, kembali aku sulit mempercayai pemandangan di depanku ketika Febi mulai mengocok Doni dengan liar seperti orang yang sudah terbiasa melakukannya, desahan nikmat keluar dari mulut Febi dan Doni, tak ada kecanggungan dalam gerakan mereka.

Tangan Doni menggerayangi di sekitar dada dan bukit keponakanku, meremas dan memainkannya. Aku masih mematung ketika mereka berganti posisi, tubuh Febi ditindih Doni yang mengocoknya dari atas sambil berciuman, tubuh mereka menyatu saling berpelukan, kaki Febi menjepit pinggang di atasnya, desahan demi desahan saling bersahutan seakan berlomba melepas birahi.

Tiba tiba kudengar suara sandal yang diseret dan langkah mendekat, aku tersadar, dengan agak gugup aku menuju kamar mandi, bukannya menghentikan mereka. Kubasuh mukaku dengan air dingin, menenangkan diri seakan ingin terbangun dan mendapati bahwa itu adalah mimpi, tapi ini bukan mimpi tapi kenyataan.

Cukup lama aku di kamar mandi menenangkan diri sambil memikirkan langkah selanjutnya, tapi pikiranku sungguh buntu, tidak seperti biasanya ide selalu lancar mengalir dari kepalaku, kali ini benar benar mampet. Ketika aku kembali melewati kamar itu menuju ruang tamu, kudengar tawa cekikikan dari dalam.

"Nggak apa Mas, ntar kan bisa lagi dengan variasi yang lain" sayup sayup kudengar suara manja keponakanku dari kamar, tapi tak kuhiraukan, aku sudah tak mampu lagi berpikir jernih dalam hal ini.

"Kok lama Om, mulas ya" Tanya Desi begitu melihatku dengan wajah lusuh, sambil menikmati lumpia entah yang keberapa.

Aku diam saja, duduk di sofa ruang tamu.

"Kamu bohong bilang Febi nggak ada, ternyata dia di kamar dengan pacarnya" kataku pelan datar tanpa ekspresi.

Dia menghentikan kunyahan lumpianya, diam tak menjawab, kupandangi wajahnya yang hitam manis, dia menunduk menghindari pandanganku, diletakkannya lumpia yang belum habis di meja tamu.

"Jadi Om memergoki mereka?" katanya pelan

"Ya, dan Om bahkan melihat apa yang mereka perbuat di kamar itu"

"Lalu Om marahi mereka? kok nggak dengar ada ribut?" Desi mulai penuh selidik

"Entahlah, Om biarkan saja mereka melakukannya" aku seperti seorang linglung yang dicecar pertanyaan sulit

"Ha?, Om biarkan mereka menyelesaikannya? Om menontonnya?" cecarnya

Aku makin diam, seperti seorang terdakwa yang terpojok, Desi pindah duduk di sebelahku.

"Om menikmatinya ya" bisiknya, tatapan matanya tajam menembus batinku.

"Entahlah"

"Tapi Om suka melihatnya kan?" desaknya pelan ditelingaku, kurasakan hembusan napasnya mengenai telingaku.

Aku mengangguk pelan tanpa jawab.

"Om"

Aku menoleh, wajah kami berhadapan, hanya beberapa millimeter hidung kami terpisah, kurasakan napasnya menerpa wajahku. Entah siapa yang mulai atau mungkin aku telah terpengaruh kejadian barusan, akhirnya kami berciuman. Kejantananku kembali menegang merasakan sentuhan bibir Desi, kulumat dengan penuh gairah dan dibalasnya tak kalah gairah pula.

Desi meraih tanganku dan meletakkannya di dadanya, kurasakan bukitnya yang lembut tertutup bra, tidak terlalu besar tapi kenyal dan padat. Kubalas meletakkan tangannya di selangkanganku yang sudah mengeras. Desi menghentikan ciumannya ketika tangannya merasakan kekakuan di selangkanganku, sejenak memandangku lalu tersenyum dan kembali kami berciuman di ruang tamu.

Tiba tiba aku tersadar, ini ruangan terbuka dan anak lain bisa muncul setiap saat, tentu ini tak baik bagi semua.

"Kita tak bisa melakukan disini" bisikku

"Tapi juga tak mungkin melakukan di kamarku" jawabnya berbisik

"Kita keluar saja kalau kamu nggak keberatan" usulku

"Oke aku panggil taxi dulu" jawab Desi seraya menghubungi taxi via telepon

Sambil menunggu taxi datang kami bersikap sewajarnya, Febi masih juga belum nongol, mungkin dia melanjutkan dengan pacarnya untuk babak berikutnya. Ternyata Desi membohongiku dengan mengatakan ke kantor supaya aku segera pergi, tapi kini dia bersedia menemaniku selama menghabiskan waktu. Dengan beberapa pertimbangan maka kubatalkan penerbanganku dan kutunda besok, aku ingin bersama Desi dulu. Kutawari Desi untuk memilih hotel yang dia mau, ternyata dia mau di hotel berbintang di daerah Simpang Lima. Akhirnya Taxi yang kami tunggu datang juga, Desi kembali ke kamar berganti pakaian dan membawa beberapa barang keperluan menginap, sekaligus pesan sama Febi kalau dia tidak pulang malam ini. Dia makin cantik dan sexy mengenakan kaos ketat dengan celana jeans selutut.

Kami mendapatkan kamar yang menghadap ke arah simpang lima, Desi langsung melepas kaos dan celananya hingga tinggal bikini putih, tampak body-nya yang sexy dan menggairahkan. Kupeluk tubuh sintal Desi, dia membalas memelukku sambil melucuti pakaianku, tinggal celana dalam menutupi tubuhku, kurebahkan tubuhnya di ranjang, kutindih tubuhnya dan kuciumi bibir dan lehernya, aku masih terbayang tubuh mulus Febi yang sedang dicumbui pacarnya, kalau dibandingkan antara Desi dan Febi memang keponakanku lebih unggul baik dari kecantikan maupun body-nya. Tanpa sadar sambil mencium dan mencumbunya aku membayangkan tubuh Febi, hal yang tak pernah terlintas sebelumnya.

Kami sama sama telanjang tak lama kemudian, aku mengagumi keindahan buah dada Desi yang padat menantang dengan putting kemerahan, kujilati dan kukulum sambil mempermainkan dengan gigitan lembut, dia menggeliat dan mendesis. Jilatanku turun menyusuri perut dan berhenti di selangkangannya, rambut tipis menghiasi celah kedua kakinya, meski berumur 23 tahun tapi rambut kemaluannya sangat jarang, bahkan seakan Cuma membayang.

Desi berusaha menutup rapat kakinya, dengan kesabaran kubimbing posisi kakinya membuka, seakan aku sedang memberikan pelajaran pada muridku. Aku sangat yakin kalau ini bukan pertama kali baginya, vaginanya yang masih segar kemerahan seolah memceritakan kalau tidak banyak merasakan hubungan sexual, tapi aku tak tahu kebenarannya. Mata Desi melotot ke arahku ketika bibirku menyusuri pahanya dan dia menjerit tertahan ketika kusentuh klitorisnya dengan lidahku.

"aahh.. sshh.. ennaak Om, terus Om" desahnya meremas rambutku.

Lidahku menari nari di bagian kewanitaannya, desahnya makin menjadi meski masih tertahan malu, kupermainkan jari jemariku di putingnya, dia makin menggeliat dalam nikmat. Desi memberiku isyarat untuk posisi 69, kuturuti kemauannya.

"Tadi Febi dengan posisi ini ketika Om datang" katanya sebelum mulutnya tertutup penisku.

Dia menyebut Febi membuatku teringat kembali akan keponakanku, masih terbayang bagaimana dia mengulum penis pacarnya dengan penuh gairah, aku membayangkan seolah sedang bercinta dengan Febi, masih jelas dalam benakku akan kemulusan tubuh telanjang Febi yang selama ini tak pernah aku lihat, masih jelas tergambar betapa montoknya buah dada nan indah lagi padat, mungkin lebih montok dari istriku sendiri. Kurasakan Desi kesulitan mengulum penisku, aku turun dari tubuhnya, kini kepala Desi berada di selangkanganku, dijilatinya kepala penisku.

"Punya Om gede banget sih, nggak muat mulutku, lagian aku nggak pernah melakukannya sama pacarku, aku Cuma melihat tadi Febi melakukannya, jadi aku ingin coba" komentarnya lalu kembali berusaha memasukkan penisku ke mulutnya, kasihan juga aku melihatnya memaksakan diri untuk mengulumku.

Kurebahkan tubuh telanjang Desi lalu kuusapkan penisku di bibir vaginanya, tapi sebelum penisku menerobos masuk dia mendorongku menjauh.

"Pake kondom dulu ya Om" katanya sambil bangun mengambil kondom dari tas tangannya.

Aku hampir lupa kalau yang kuhadapi ini seorang mahasiswa, bukan wanita panggilan yang tak peduli pada kondom karena mereka sudah pasti mempersiapkan dengan pil anti hamil. Aku jadi teringat Febi, apakah dia juga menggunakan kondom tadi, tak sempat kuperhatikan. Desi memasangkan kondom di penisku, kondom itu seperti bergerigi dan bentuknya agak aneh.

"Oleh oleh pacarku dari Singapura, ih susah amat mesti punya Om ukurannya XL kali" katanya lalu dia kembali telentang di depanku.

"Pelan pelan aja ya Om, baru kali ini aku lakukan selain sama pacarku, lagian punya Om jauh lebih besar dari punya dia" bisiknya

Kembali kusapukan penisku ke vaginanya yang sudah basah, perlahan memasuki liang kenikmatan Desi, tubuhnya menegang saat penisku menerobosnya, terasa begitu rapat, sempit dan kencang, penisku serasa dicengkeram, mungkin karena Desi terlalu tegang atau mungkin memang masih pemula. Desi memejamkan mata lalu melotot ke arahku, seakan tak percaya kalau penisku sedang mengisi vaginanya. Dia menggigit bibir bawahnya, tangannya mencengkeram lenganku, tubuhnya menggeliat ketika penisku melesak semua ke vaginanya. Kudiamkan sejenak sambil menikmati cantiknya wajah Desi dalam kenikmatan, dia menahanku ketika aku mulai mengocoknya.

"Jangan dulu Om, penuh banget, seperti menembus perutku" katanya

"Sakit?" tanyaku

"Ya dan enak, seperti perawan dulu" jawabnya sambil mulai menggoyangkan tubuhnya, aku menganggap pertanda sudah boleh bergerak.

Perlahan aku mulai mengocok vagina Desi, pada mulanya tubuhnya kembali menegang, penisku seperti terjepit di vagina, dia mulai menggeliat dan mendesah nikmat ketika beberapa kocokan berlalu, mungkin bentuk kondom sangat berpengaruh juga pada rangsangan di vaginanya. Penisku bergerak keluar masuk dengan kecepatan normal, desahnya makin menjadi sambil meremas kedua buah dadanya. Kaki kanannya kunaikkan di pundakku, penisku makin dalam melesak.

Entah kenapa, tiba tiba bayangan Febi kembali melintas dipikiranku, terbayang Febi sedang telentang menerima kocokan pacarnya, masih terdengar desahan kenikmatan darinya, maka kupejamkan mataku sambil membayangkan bahwa aku sedang mengocok keponakanku itu. Belum 5 menit aku menikmati vaginanya ketika kurasakan remasan kuat dari vaginanya disertai jeritan orgasme, fantasiku buyar.

Desi terlalu cepat mencapai puncak kenikmatan itu, padahal aku masih jauh dari puncaknya, aku ingin tetap mengocoknya tapi dia sepertinya sudah kelelahan dan minta beristirahat sebentar, kupikir tak ada salahnya untuk beristirahat dulu, toh kita tidak terburu buru, masih ada waktu semalam hingga besok. Akhirnya kuturuti permintaannya, kami telentang berdampingan di atas ranjang, Desi merebahkan kepalanya di dadaku, kurasakan jantungnya yang keras berdetak disertai napas yang berat.

"Punya Om sepertinya masih terasa mengganjal di dalam, abis punya Om gede banget sih" bisiknya.

Aku tersenyum menghadapi kemanjaannya.Kuhubungi Room Service untuk memesan makan siang, baru tersadar ternyata kami belum makan, tak ada salahnya menambah tenaga dan energi. Tak lebih dari 10 menit kemudian kudengar bel berbunyi, cepat amat servisnya, pikirku. Kuambil handuk dan kubelitkan di pinggang,kuminta Desi menutupi tubuhnya dengan selimut.

Tanpa pikir panjang kubuka pintu dan.. sungguh sangat mengagetkanku, bukannya Room Service yang nongol ternyata Febi yang berada di depan pintu, aku terkejut tak menyangka kedatangannya karena memang aku tak mengharap kedatangannya kali ini. Kusesali kecerobohanku untuk tidak mengintip terlebih dahulu dari lubang di pintu.

Febi langsung menerobos masuk, seperti biasa seolah tak pernah terjadi sesuatu, dengan manja Febi memelukku seperti layaknya seorang keponakan, kucium pipi kiri kanannya, hal yang biasa kami lakukan, tapi kali ini aku merasakan getaran yang tidak seperti biasanya, aku bisa merasakan tonjolan buah dadanya yang montok mengganjal di dadaku, padahal tak pernah terjadi sebelumnya. Dia langsung nyelonong masuk ke dalam.

"Om lagi mandi ya, malam ini Om harus traktir Febi dan temenin aku.. Mbak Desi!"

Belum sempat dia menyelesaikan kata katanya ketika melihat Desi di ranjang, melihat ke arahku lalu kembali lagi ke Desi. Kami tertangkap basah, tak ada lagi alasan untuk mengelak, aku diam seribu basa menunggu reaksi dari Febi. Sebelum aku tahu harus berbuat apa, Desi bangun dari ranjang, menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut lalu menggandeng Febi ke kamar mandi, sekilas kulihat mukanya merona merah seperti orang marah.

Kukenakan piyama yang ada dilemari menunggu kedua gadis itu, pasrah menerima nasib selanjutnya, meski tidak terlalu khawatir karena aku juga memegang kartunya Febi. Bel pintu kembali berbunyi ketika kedua gadis itu masih di kamar mandi, ternyata Room Service pesanan kami, mereka keluar sesaat setelah Waitress menutup pintu kamar. Bertiga kami makan dalam kebisuan setelah Desi mengenakan piyama yang sama denganku, dia berbagi makanan dengan Febi karena memang pesanan Cuma untuk kami berdua, tak ada kata yang terucap selama makan.

Aku tak berani membuka topik karena belum tahu bagaimana sikap mereka terhadap kejadian ini.

"Om, kita saling jaga rahasia ya, just keep among us, aku nggak keberatan Om sama Mbak Desi asal Om juga tidak cerita sama Mbak Lily tentang kejadian tadi siang" Febi membuka percakapan, aku merasakan lampu kuning mengarah hijau darinya.

Febi melanjutkan, "Karena tadi Om melihatku sama Doni, aku juga ingin melihat Om sama Mbak Desi" lanjutnya mengagetkan, aku tak tahu apa maunya anak ini.

"Terserah kamu Feb, toh aku juga udah biasa melihat kamu main sama pacar pacarmu" kata Desi lalu duduk dipangkuanku dengan sikap pamer.

Sebenarnya agak segan juga kalau harus melakukannya didepan keponakanku sendiri, tapi Sebelum aku protes, Desi sudah mendaratkan bibirnya di bibirku, tangannya menyelip diselangkanganku, meremas penisku dan mengocoknya. Mau tak mau Kubalas dengan lumatan di bibir dan remasan di buah dadanya, rasa seganku perlahan hilang berganti dengan birahi dan sensasi, Febi seakan tidak melihat kami, menghabiskan sisa makanan yang masih ada di atas meja. Kami saling melepas piyama hingga telanjang di depan Febi. Desi merosot turun diantara kakiku, menjilati dan mengulum kemaluanku. Terkadang kurasakan giginya mengenai batang penis tegangku, maklum masih pemula.

"Feb, lihat punya Om-mu, besar mana sama punya Doni" Desi memamerkan penis tegangku yang ada digenggamannya.

"Wow, gede banget" sahut Febi lalu memandang ke arahku.

"Bisa pingsan kamu kalau segede itu" lanjutnya dengan nada kagum

"Nggak tuh, enak lagi, coba aja sendiri" jawab Desi melanjutkan kulumannya, kulihat Febi menggeser duduknya melihat penisku keluar masuk mulut Desi seakan tak percaya kalau dia bisa melakukannya.

"Akhirnya berhasil juga mendapatkan Om-ku yang selama ini kamu kagumi" seloroh Febi mengagetkanku, Desi hanya tersenyum.

"Mau coba?" goda Desi sambil menyodorkan penisku ke Febi, aku diam saja menunggu reaksi keponakanku, tapi dia diam saja, Desi menjilati penisku seakan memamerkan ke Febi mainannya.

Febi menggeser lagi mendekati kami, Desi menuntun tangan Febi dan menyentuhkannya ke penisku, ada ke-ragu raguan di wajahnya untuk menyentuh penis Om-nya. Wajah putihnya bersemu merah ketika Desi menggenggamkan tangannya ke penisku, dia hanya menggenggam tanpa berani menggerakkan tangannya, memandang ke arahku seolah minta pendapat. Aku diam saja, hanya mengangguk kecil pertanda setuju.

Perlahan keponakanku mulai meremas penisku, tangannya yang putih mulus sungguh kontras dengan penisku yang kecoklatan gelap, makin lama gerakannya berubah dari meremas lalu mengocok, sementara Desi masih asyik menjilati kepala penisku sambil mengelus kantong bola. Gerakan mereka mulai seirama, Febi mengocok keras ketika kepala penisku berada di mulut Desi, aku mendesah kenikmatan dalam permainan kedua gadis ini. Ketika Desi menjilati kantong bola, Febi kembali memandangku, kubalas dengan senyum dan anggukan, dia menundukkan kepalanya ke arah penisku, tapi sebelum sampai ke tujuannya Desi memotong.

"Kami sudah telanjang masak kamu masih pakai pakaian lengkap kayak orang mau kuliah, cepat copot gih" katanya kembali menjilat dan mengulum.

Febi terlihat ragu ragu untuk melepas pakaiannya dan telanjang di depanku, dia diam sejenak, aku menghindar ketika dia manatapku, meskipun sebenarnya aku sangat berharap dia melakukannya.
"Kok jadi bengong gitu, kenapa malu, kan Om-mu sudah melihatmu telanjang tadi dan lagian waktu kecil kan sering dimandiin, jadi kenapa risih" goda Desi

Akhirnya Febi tunduk pada godaan Desi, dia membalikkan badan membelakangiku sambil melepas kaos ketatnya, kulihat punggungnya yang mulus dengan hiasan bra hijau muda, bodynya sungguh menggetarkan tanpa timbunan lemak di perutnya, ketika jeans-nya dilepas, aku makin kagum dengan ke-sexy-annya, pantatnya padat membentuk body seperti gitar spanyol nan indah, baru sekarang aku menyadari betapa keponakanku tumbuh menjadi seorang gadis yang menawan, selama ini pengamatan seperti ini telah kulewatkan, aku hanya melihatnya sebagai seorang gadis kecil yang selalu manja, tapi tak pernah melihatnya sebagai seorang gadis cantik yang penuh gairah.

Darahku berdesir makin kencang saat Febi membalikkan badannya menghadapku, buah dadanya yang sungguh montok indah nian terbungkus bra satin, kaki bukitnya menonjol seakan ingin berontak dari kungkungannya, kaki Febi yang putih mulus berhias celana dalam hijau mini di selangkangannya menutupi bagian indah kewanitaannya. Febi menyilangkan tangannya di dadanya seakan menutupi tubuhnya dari sorotan mata nakalku.

"Alaa sok suci kamu, lepas aja BH-mu sekalian" Desi kembali menggoda tapi kali ini Febi tak menurutinya, dengan masih memakai bikini dia ikutan Desi mengeroyok selangkanganku, tangannya berebut dengan Desi mengocokku, kutarik tubuh Desi untuk duduk disampingku, aku ingin melihat saat pertama kali keponakanku menjilat dan mengulum penisku tanpa gangguan Desi.

Mula mula agak ragu dia menjilati kepala penisku tapi akhirnya dengan penuh gairah lidahnya menyusuri seluruh bagian kejantananku sebelum akhirnya memasukkan ke mulutnya yang mungil, aku mendesis penuh kenikmatan saat pertama kali penisku menerobos bibir dan mulut Febi, sungguh kenikmatan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, kenikmatan yang bercampur dengan sensasi yang hebat, mendapat permainan oral dari keponakanku sendiri. Penisku makin cepat meluncur keluar masuk mulut Febi.

Diluar dugaanku ternyata Febi sangat mahir bermain oral, jauh lebih mahir dibandingkan Desi, sepertinya dia lebih berpengalaman dari sobat sekamarnya. Lidah Febi menari nari di kepala penisku saat berada di mulutnya, sungguh ketrampilan yang hanya dimiliki mereka yang sudah terbiasa, aku harus jujur kalau permainan oral keponakanku menyamai tantenya yaitu istriku. Begitu penuh gairah Febi memainkan penisku membuatku terhanyut dalam lautan kenikmatan, kepalanya bergerak liar turun naik diselangkanganku. Aku mendesah makin lepas dalam nikmat.

Desi kembali ke selangkanganku, kini kedua gadis bergantian memasukkan penisku ke mulutnya diselingi permainan dua lidah yang menyusuri kejantananku secara bersamaan, aku melayang makin tinggi. Desi memasang kondom, bentuknya unik berbeda dengan sebelumnya, dikulumnya sebentar penisku yang terbungkus kondom lalu dia naik ke pangkuanku, menyapukan ke vaginanya dan melesaklah penisku menerobos liang kenikmatannya saat dia menurunkan badan.

"Aduuhh.. sshh.. gila Feb, punya Om-mu enak banget, penuh rasanya" komentarnya setelah penisku tertanam semua di liang vaginanya.

Febi duduk di sebelahku melihat sahabatnya merasakan kenikmatan dari Om-nya, aku masih ragu untuk mulai menjamah tubuh Febi, selama ini yang kami lakukan hanya peluk dan cium dari seorang Om kepada keponakannya yang masih kecil, tapi kini aku harus melihatnya sebagai seorang gadis sexy yang menggairahkan. Belum ada keberanianku mulai menikmati tubuh sintal keponakanku, hanya memandang dengan kagum dan penuh hasrat gairah.

"aagghh.. uff.. Feb.. lepas dong bikinimu, kamu harus merasakan nikmatnya Om-mu" Desi ngoceh disela desahannya.

Sepertinya antara aku dan Febi saling menunggu, sama sama risih dan malu untuk mulai, ketika desahan Desi makin liar aku tak tahan lagi, kuraih kepala Febi dalam rangkulanku dan kucium bibirnya. Ada perasaan aneh ketika bibirku menyentuh bibirnya, perasaan yang tidak pernah kujumpai ketika berciuman dengan wanita manapun, mungkin hubungan batin sebagai seorang Om masih membatasi kami. Setelah sesaat berciuman agak canggung, akhirnya kami mulai menyesuaikan diri, saling melumat dan bermain lidah, jauh lebih bergairah dibanding dengan Desi atau lainnya, kami seolah sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Kocokan Desi makin liar tapi lumatan bibir lembut Febi tak kalah nikmatnya.

Agak gemetar tanganku ketika mulai mengelus punggung telanjang Febi, dengan susah payah, meskipun biasanya cukup dengan tiga jari, aku berhasil melepas kaitan bra yang ada di punggung. Masih tetap berciuman kulepas bra-nya, tanganku masih gemetar ketika menyusuri bukit di dada Febi, begitu kenyal dan padat berisi, kuhentikan ciumanku untuk melihat keindahan buah dadanya, jantungku seakan berdetak 3 kali lebih cepat melihat betapa indah dan menantang kedua bukitnya yang berhiaskan putting kemerahan di puncaknya, I have no idea berapa orang yang sudah menikmati keindahan ini.

Desah kenikmatan Desi sudah tak kuperhatikan lagi, kuusap dan kuremas dengan lembut, kurasakan kenikmatan kelembutan kulit dan kekenyalannya, gemas aku dibuatnya. Febi menyodorkan buah dadanya ke mukaku, langsung kusambut dengan jilatan lidah di putingnya dan dilanjutkan dengan sedotan ringan, dia menggelinjang meremas rambutku.

Belum puas aku mengulum putting Febi, Desi sudah turun dari pangkuanku, lalu kami pindah ke ranjang, Desi nungging mengambil mengambil posisi doggie, langsung kukocok dia dari belakang sambil memeluk tubuh sexy Febi. Kukulum putting kemerahannya untuk kesekian kalinya bergantian dari satu puncak ke puncak lainnya, Febi mendesis nikmat, inilah pertama kali kudengar desahan nikmat langsung darinya, begitu merangsang dan penuh gairah di telinga.

Tanpa kusadari, ternyata Febi sudah melepas celana dalamnya, aku kembali terkesima untuk kesekian kalinya, selangkangannya yang indah berhias bulu kemaluan yang sangat tipis, bahkan nyaris tak ada, sungguh indah dilihat. Gerakan pinggul Desi makin tak beraturan, antara maju mundur dan berputar, penisku seperti diremas remas di vaginanya, sungguh nikmat, kali ini Desi bisa bertahan lebih lama. Kami berganti posisi, aku telentang diantara kedua gadis cantik ini dengan penis yang masih tegak tegang menantang.

"Feb, gantian, kamu harus coba nikmatnya Om-mu" Desi mempersilahkan Febi, tapi aku menolak dan minta Desi segera naik melanjutkannya.

Terus terang, jauh di lubuk hati ini masih menolak untuk bercinta atau bersenggama dengan Febi, aku masih harus berpikir panjang untuk bertindak lebih jauh dari sekedar oral, saat ini belum bisa menerima untuk melanjutkan ke senggama atau tidak, aku belum tahu. Desi kembali bergoyang pinggul di atasku, Febi kuberi isyarat untuk naik ke kepalaku, dia langsung mengerti, kakinya dibuka lebar di depan mukaku, terlihat dengan jelas vaginanya yang masih kemerahan seperti daging segar, kepalaku langsung terbenam di selangkangannya, lidahku menyusuri bibir dan klitorisnya sambil meremas pantatnya yang padat, desahan Febi bersahutan dengan Desi.

Seperti halnya Desi, kedua gadis ini menggoyangkan pinggulnya di atasku, vagina Febi menyapu seluruh wajahku. Febi mendesah keras dan tubuhnya menegang ketika kusedot vaginanya, hampir dia menduduki wajahku. Desi minta bertukar tempat, rupanya dia ingin mendapatkan kenikmatan seperti yang aku berikan ke keponakanku. Kini vagina Desi yang basah tepat di atas mukaku, sementara Febi melepas kondom yang membalut penisku, membersihkan sisa cairan dari vagina Desi dengan selimut lalu mulai menjilatinya.

Rasa asin dari vagina Desi tak kuperhatikan, cairannya menyapu mukaku, sementara kemaluanku sudah mengisi rongga mulut Febi dengan cepatnya. Aku begitu asyik menikmati vagina Desi dengan lidahku, tanpa kusadari Febi sudah mengambil posisi untuk memasukkan penisku ke vaginanya, aku baru tersadar ketika Febi sudah naik di atas tubuhku dan menyapukan penisku ke bibir vaginanya, aku harus mencegahnya, pikirku, karena masih belum memutuskan apakah harus melakukannya, hati kecilku masih belum menerima kalau aku bercinta dengan keponakanku sendiri."Febi, jangan", teriakku.

Tapi terlambat, penisku sudah meluncur masuk ke vagina keponakanku tanpa kondom, sudah terjadi, ada rasa sesal meskipun sedikit sekali. Tapi rasa sesal segera berubah menjadi heran karena begitu mudahnya penisku menerobos liang vaginanya, tidak seperti Desi yang cukup sempit dan kesakitan, tapi Febi sepertinya tidak ada rasa sakit sama sekali ketika vaginanya terisi penisku yang berukuran 17 cm itu. Bahkan dia langsung mengocok dan menggoyang dengan cepatnya seolah tak ada halangan dengan ukuran penisku seperti yang dialami Desi.

Goyangan pinggul Febi lebih nikmat dari Desi tapi sepertinya vagina Febi tidak sesempit Desi, tidak ada kurasakan remasan dan cengkeraman otot dari vaginanya, hanya keluar masuk dan gesekan seperti biasa, dalam hal ini vagina Desi lebih nikmat, itulah perbedaan antara Desi dan Febi, meskipun keduanya sama sama nikmat.

Desi turun dari mukaku, kuraih buah dada montok Febi dan kuremas remas gemas penuh nafsu, kutarik Febi dalam pelukanku, kukocok dari bawah dengan cepatnya, desahannya begitu bergairah di telingaku.

"Oh.. yess.. enak banget Om truss.. Febi kaangeen.. Febi cemburuu.. Febi sayang Om.. udah lama Febi menunggu kesempatan ini" desahnya.

Aku kaget ternyata disamping cinta seorang keponakan dia juga menyimpan cinta layaknya seorang gadis pada lawan jenisnya. Kami bergulingan, kini aku di atasnya, kunikmati ekspresi kenikmatan wajah cantik keponakanku yang sedang dilanda birahi tinggi, desahannya makin keras dan liar, rasanya lebih liar dari yang kulihat tadi siang membuatku makin bernafsu mengocok lebih cepat dan lebih keras.

Dengan gemas kuciumi pipi Febi, tidak dengan perasaan kasih sayang seperti biasanya tapi penuh dengan perasaan nafsu, kususuri leher jenjangnya yang putih mulus, baru sekarang kusadari betapa menggairahkan tubuh keponakanku ini. Febi menggelinjang dan menjerit ketika lidahku mencapai puncak buah dadanya, kupermainkan putingnya yang kemerahan, dengan kuluman ringan kusedot buah dadanya, itulah yang membuat dia menggelinjang hebat penuh nikmat.

Desi memelukku dari belakang, diciuminya tengkuk dan punggungku, dalam keadaan normal bercinta dengan dua wanita cantik tentulah menyenangkan tapi ini keadaan khusus dimana pertama kali aku mencumbu keponakanku tercinta, aku ingin menikmatinya secara total, keterlibatan Desi sebenarnya kurasakan mengganggu tapi aku tak bisa menyuruhnya pergi, karena dialah aku bisa menikmati tubuh sexy Febi. Tanpa menghiraukan pelukan Desi, kuangkat kedua kaki Febi kepundakku, dengan meremas kedua buah dadanya sebagai pegangan aku mengocoknya keras dan cepat.

Febi menjerit keras antara sakit dan nikmat, kepala penisku serasa menyentuh dinding terdalam dari vaginanya, tangannya mencengkeram erat lenganku, matanya melotot ke arahku seakan tak percaya aku melakukan ini padanya, tapi sorot matanya justru menambah tinggi nafsuku, dia kelihatan makin cantik dengan wajah yang bersemu merah terbakar nafsu, lebih menggairahkan dan menggoda, makin dia melotot makin cepat kocokanku, makin keras pula jerit dan desah kenikmatannya. Dan tak lama kemudian dia sampai pada puncak kenikmatan tertinggi.

"Truss.. Om.. Febi mau keluar ya.. truss.. fuck me harder" dia mendesis indah, dan dengan diiringi jeritan kenikmatan panjang dia menggoyang goyangkan kepalanya, cengkeraman di lenganku makin erat, tubuhnya menegang, dia telah mencapai orgasme lebih dulu, kunikmati saat saat orgasme yang dialami Febi.

Inilah pertama kali aku melihat ekspresi orgasme dari keponakanku yang cantik, begitu liar dan menggairahkan, sungguh tak kalah dengan tantenya, istriku. Tubuh Febi perlahan mulai melemah, kuturunkan kakinya dari pundakku lalu kukecup bibir dan keningnya.

"Makasih Om, ini orgasme terindah yang pernah kualami, nanti lagi ya, aku ingin merasakan Om keluar di dalam" katanya mendorong tubuhku turun dari atas tubuhnya.

Desi sudah sampingnya bersiap menerimaku, posisi menungging dengan kaki dibuka lebar, penisku yang masih tegang siap untuk masuk ke vagina lainnya. Rupanya Desi tak pernah melupakan pengamannya, dia memberiku kondom sebelum penisku sempat menyentuh bibir vaginanya, sementara Febi tak peduli dengan hal itu, aku tak khawatir karena memang tidak berniat memuntahkan spermaku di vagina keponakanku. Febi memasangkan kondom di penisku dan kembali untuk kesekian kalinya penisku menguak celah sempit di antara kaki Desi, sungguh sempit, meski udah beberapa kali kumasuki tapi masih tetap saja terasa mencengkeram pada mulanya.

Berbeda dengan punya Febi yang langsung bisa "melahap" semuanya, Desi meringis sebentar saat penisku kudorong menguak vaginanya, cukup lama sebelum akhirnya aku bisa mengocoknya dengan normal, sesekali hentakan keras menghunjam membuatnya teriak entah sakit atau enak.

Kupegangi pantatnya yang padat berisi, kocokanku makin cepat, desahan Desi begitu juga makin keras terdengar, kuraih buah dadanya yang menggantung dan kuremas sambil tetap mengocoknya. Terus terang setelah merasakan nikmatnya bercinta dengan keponakanku, terasa Desi begitu hambar, padahal saat pertama tadi dia begitu menggairahkan, kini aku hanya berusaha untuk memuaskan dia sebagai balas jasa dan secepat mungkin mencapai orgasme dengannya supaya berikutnya aku bisa lebih "all out" dengan Febi.

Kocokan kerasku membawa Desi lebih cepat ke puncak kenikmatan, tangan Desi dan Febi saling meremas, teriakan orgasme Desi mengagetkanku, apalagi diiringi dengan denyutan dan remasan kuat dari vaginanya, penisku seperti diremas remas, sungguh nikmat yang tak bisa kudapat dari Febi, akhirnya akupun harus takluk pada kenikmatan cengkeraman vagina Desi, menyemprotlah spermaku di dalam vaginanya. Kembali dia menjerit merasakan denyut kenikmatan penisku, kami saling memberi denyutan nikmat, lebih nikmat dari yang kudapat tadi.

Tubuhku langsung ambruk di atas punggun Desi, kami bertiga telentang dalam kenangan dan kenikmatan indah. Aku telentang di antara dua gadis cantik yang menggairahkan, Desi melepas kondom, sungguh tak menyangka kalau aku akhirnya bercinta dengan keponakanku sendiri yang sangat sexy dan menggairahkan. Diusianya yang belum 23 tahun dia terlalu pintar bermain sex apalagi permainan oralnya, sungguh sukar dipercaya kalau dia mampu melakukannya dengan sangat baik.

Setelah kudesak akhirnya dia mengakui bahwa dia sudah sering melakukannya sejak setahun yang lalu. Pertama kali yang menikmati keperawanannya adalah P. Freddy, dosennya sendiri, seorang duda berumur hampir 50 tahun, orangnya jauh dari simpatik, justru lebih mendekati sadis, karena wajahnya tipikal orang maluku yang keras. Untuk mendapatkan nilai lulus dari dia akhirnya Febi harus menyerahkan keperawanannya, kalau tidak dia tidak akan bisa melewati tahap persiapan yang berakibat Drop Out.

Dengan perasaan jijik Febi menyerahkan kehangatan dan kesuciannya pada si tua bangka, seminggu sekali dia terpaksa harus melayani nafsu bejat si dosen, setelah berjalan dua bulan dan merasakan nikmatnya bercinta akhirnya keterpaksaan itu berubah menjadi ketergantungan, bukan lagi P. Fredy yang memaksa tapi terkadang justru Febi yang minta karena dia tidak mungkin melakukannya dengan orang lain.

Hingga akhirnya dia menemukan teman kuliah pujaan hati, tapi begitu sampai ke urusan sex ternyata Febi masih tidak bisa melupakan keperkasaan P. Fredy, jadi dia tetap melakukannya dengan si dosen untuk mendapatkan kepuasan, pacarnya tidak pernah memperlakukan Febi seperti yang dilakukan P. Fredy, perlakuannya begitu sabar dan kebapakan dan dia selalu memenuhi apa yang Febi inginkan, tak pernah memaksa dan selalu sopan di ranjang, begitu romantis hingga Febi makin terhanyut dalam pesona si dosen, dari keterpaksaan menjadi ketergantungan.

Semua berakhir setelah P. Fredy mendapat Profesor dan promosi dipindah tugas ke Ujung Pandang. Untuk memenuhi ketergantungannya Febi sering melakukannya dengan pacarnya, tapi sosok permainan sex seperti P. Fredy tak pernah dia dapatkan dari sang pacar. Entah sudah berapa kali dia ganti pacar, tak pernah lebih dari 3 bulan mereka pacaran, selalu diawali dan diakhiri di ranjang.

Cerita Febi sungguh mengagetkanku, rupanya selama ini aku dan istriku terlalu memandang enteng masalah yang dihadapi Febi, tak pernah memberi solusi yang kondusif, kini baru kusadari hal itu. Istriku pernah cerita kalau Febi ingin mendapatkan suami seperti Om-nya, aku, sabar penuh pengertian dan kebapakan, hal yang tidak pernah dia terima dari ayah kandungnya. Diam diam dia mengagumiku, aku tak menyangka kalau kekagumannya ternyata lebih jauh dari sekedar seorang Om.

"Om Febi cemburu sekali ketika melihat Om sama Mbak Lily bercinta, begitu penuh perasaan dan gairah" katanya sambil kepalanya disandarkan di dadaku.

"Oh ya? kapan dan dimana" tanyaku kaget

"Di rumah, ketika direnovasi, hampir tiap kali aku mendengar desahan dari Mbak Lily aku naik dan mengintip dari celah celah bangunan yang belum selesai itu, setelah itu aku tak bisa tidur sampai pagi, sejak itu aku bertekad untuk bisa merasakan nikmat seperti itu dari Om, bahkan aku ingin lebih dari itu" katanya.
Berarti sejak dia kelas 3 SMA dia sudah melihat kami berhubungan.

Mendengar penuturan Febi gairahku kembali naik, penisku menegang dalam genggaman Febi, Desi tertidur di samping kami, mungkin kelelahan setelah mendapat 2 kali orgasme berurutan dariku.

"Di sofa yuk Om, Febi udah lama nggak bermain di sofa sejak terakhir kali dengan P. Fredy" ajaknya seraya bangun dan menarikku.

Febi langsung duduk di sofa dan membuka kakinya, aku tak mau langsung melakukannya, kucium bibirnya lalu turun ke leher dan berhenti di kedua bukitnya, dengan gemas kuciumi bukit di dadanya, kombinasi jilatan dan kuluman membuat dia mendesah.


Sengaja kutinggalkan beberapa bekas kemerahan di buah dadanya supaya dia berhenti melakukan dengan pacarnya untuk beberapa hari. Dia cemberut ketika tahu ada kemerahan di dadanya tapi justru kecemberutannya makin menambah kecantikan wajahnya. Bibirku menyusuri perutnya lalu berhenti di selangkangannya, terasa asin ketika lidahku menyentuh vaginanya, mungkin cairan ketika dia orgasme tadi. Tangannya meremas rambutku ketika lidahku menari nari di bibir vaginanya, kakinya menjepit kepalaku, aku makin bergairah mempermainkan vaginanya dengan bibirku.

"Udah.. udah.. Om.. sekarang.. Febi udah nggak tahan nih" desahnya menarik rambutku.

Aku berdiri, kusodorkan penisku ke mulutnya, dia menggenggam dan mengocoknya, memandang ke arahku sejenak sebelum menjilati dan memasukkan penisku ke mulutnya. Tanpa kesulitan, segera penisku meluncur keluar masuk mulut mungil keponakanku yang cantik, kembali kurasakan begitu pintar dia memainkan lidahnya. Antara jilatan, kuluman dan kocokan membuatku mulai melayang tinggi. P

uas dengan permainan oral-nya, aku lalu jongkok di depannya, dia menyapukan penisku ke vaginanya, dia menatapku dengan pandangan penuh gairah, aku jadi agak malu memandangnya, namun nafsu lebih berkuasa, dengan sekali dorong melesaklah penisku kembali ke vaginanya, dia masih tetap menatapku ketika aku mulai mengocoknya. Kakinya menjepit pinggangku, kutarik dia dalam pelukanku, kudekap erat hingga kami menyatu dalam suatu ikatan kenikmatan birahi, saling cium, saling lumat.

Febi mendesah liar seperti sebelumnya, kurebahkan dia di sofa lalu kutindih, satu kaki menggantung dan kaki satunya dipundakku. Aku tak pernah bosan menikmati ekspresi wajah innocent yang memerah penuh birahi, makin menggemaskan. Buah dadanya bergoyang keras ketika aku mengocoknya, dia memegangi dan meremasnya sendiri.

Kuputar tubuhnya untuk posisi doggie, dia tersenyum, tanpa membuang waktu kulesakkan penisku dari belakang, dia menjerit dan mendorong tubuhku menjauh, kuhentikan gerakanku sejenak lalu mengocoknya perlahan, tak ada penolakan. Kupegang pantatnya yang padat berisi, Febi melawan gerakan kocokanku, kami saling mengocok, dia begitu mahir mempermainkan lawan bercintanya.

Aku bisa melihat penisku keluar masuk vagina keponakanku, kupermainkan jari tanganku di lubang anusnya, dia menggeliat ke-gelian sambil menoleh ke arahku. Kuraih buah dadanya yang menggantung dan bergoyang indah, kuremas dengan gemas dan kupermainkan putingnya.

Aku sepertinya benar benar menikmati tubuh indah keponakanku dengan berbagai caraku sendiri, ada rasa dendam tersendiri di hatiku, kalau orang lain telah menikmatinya, aku sebagai orang yang membesarkannya tentu ingin menikmatinya lebih dari lainnya, tak ada yang lebih berhak dari aku. Kuraih tangannya dan kutarik kebelakang, dengan tangannya tertahan tanganku, tubuh Febi menggantung, aku lebih bebas melesakkan penisku sedalam mungkin.

Desah kenikmatan Febi mekin keras memenuhi kamar ini. Kudekap tubuhnya dari belakang, kuremas kembali buah dadanya, penisku masih menancap di vaginanya, kuciumi telinga dan tengkuknya, geliat nikmat Febi makin liar.

"Aduh oom.. enak banget Omm, Febi sukaa, trus Om"Kulepaskan tubuh Febi, kambali kami bercinta dengan doggie style, tak terasa lebih setengah jam kami bercinta, belum ada tanda tanda orgasme diantara kami.

Kami berganti posisi, Febi sudah di pangkuanku, tubuhnya turun naik mengocokku, buah dadanya berayun ayun di mukaku, segera kukulum dan kusedot dengan penuh gairah hingga kepalaku terbenam diantara kedua bukitnya. Gerakan Febi berubah menjadi goyangan pinggul, berputar menari hula hop di pangkuanku, berulang kali dia menciumiku dengan gemas, sungguh tak pernah terbayangkan kalau akhirnya aku bisa saling mengulum dengannya. Tak lama kemudian, tiba tiba Febi menghentikan gerakannya, dia juga memintaku untuk diam.

"Sebentar Om, Febi nggak mau keluar sekarang, masih banyak yang kuharapkan dari Om" katanya sambil lebih membenamkan kepalaku di antara kedua bukitnya, aku hampir tak bisa napas.

"Kamu turun dulu" pintaku

"Tapi Om, Febi kan belum" protesnya

"Udahlah percaya Om" potongku

Kutuntun dan kuputar tubuhnya menghadap dinding, kubungkukkan sedikit lalu kusapukan penisku ke vaginanya dari belakang, Febi mengerti maksudku, kakinya dibuka lebih lebar, mempermudah aku melesakkan penisku. Tubuhnya makin condong ke depan, desah kenikmatan mengiringi masuknya penisku mengisi vaginanya.

"ss.. aduuh Om, enak Om.. belum pernah aku.. aauu" desahnya sambil membalas gerakanku dengan goyangan pinggulnya yang montok.

Kami saling bergoyang pinggul, saling memberi kenikmatan sementara tanganku menggerayangi dan meremas buah dadanya. Nikmat sekali goyangan Febi, lebih nikmat dari sebelumnya, berulang kali dia menoleh memandangku dengan sorot mata penuh kepuasan, mungkin dia belum pernah melakukan dengan posisi seperti ini. Tubuhnya makin lama makin membungkuk hingga tangannya sudah tertumpu meja sebelah.

Kudorong sekalian hingga dia telungkup di atasnya, aku tetap masih mengocoknya dari belakang, dia menaikkan satu kakinya di pinggiran meja, penisku melesak makin dalam, kocokanku makin keras, sekeras desah kenikmatannya. Kubalikkan tubuhnya, dia telentang di atas meja, kunaikkan satu kakinya di pundakku, kukocok dengan cepat dan sedalam mungkin.

"ss.. eegghh.. udaahh oom, Febi nggaak kuaat, mau keluar niih" desahnya

"Sama Om juga"

"Kita sama sama, keluarin di dalam saja, aman kok, Febi pake pil, jangan ku.. aa.. sshhiit" belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya ternyata sudah orgasme duluan, aku makin cepat mengocoknya, tak kuhiraukan teriakan orgasme Febi, makin keras teriakannya makin membuatku bernafsu.

Semenit kemudian aku menyusulnya ke puncak kenikmatan, kembali dia teriak keras ketika penisku berdenyut menyemprotkan sperma di vaginanya. Aku telah membasahi vagina dan rahim keponakanku dengan spermaku, dia menahanku ketika kucoba menarik keluar.

"Tunggu, biarkan keluar sendiri" cegahnya, maka kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, kucium kening dan pipinya sebelum akhirnya kucium bibirnya.

"Makasih Om, permainan yang indah, the best deh pokoknya" bisiknya menatapku tajam.
Kuhindari tatapannya, tak sanggup aku melawan tatapan tajam keponakanku itu.

Jarum jam masih menunjukkan pukul 17:30, entah sudah berapa lama aku melayani kedua gadis ini, gelapnya malam mulai menyelimuti Kota Semarang, para pedagang kaki lima di simpang lima sudah mulai menata dagangannya. Aku sempat tertidur sejenak diantara kedua gadis itu sebelum mereka membangunkanku untuk makan malam, jam 19:30. Kami memutuskan untuk makan di luar sambil shoping di Mall sebelah hotel.

Ternyata mereka lebih senang shopping lebih dulu dari pada makan malam, padahal aku sudah lapar akibat bekerja terlalu keras, terpaksa aku memenuhi keinginan kedua gadis itu. Diluar dugaanku justru mereka memilih untuk belanja parfum, lingerie dan pakaian dalam, aku ikutan memilihkan untuk mereka, tentu saja yang kuanggap sexy, tak jarang aku diminta memberikan penilaian ketika mereka mencoba bra di ruang ganti, tentu dengan senang hati aku memenuhinya. Tak lupa kami membeli beberapa VCD porno di pinggiran jalan.

Kami kembali ke hotel hampir pukul 22:00, kuminta mereka memakai apa yang baru mereka beli, sungguh sexy dan menggairahkan kedua bidadari itu mengenakan pakaian dalam yang serba mini pilihanku, hampir semuanya dicoba, tapi aku sudah tak tahan lagi melihat penampilan mereka. Saat mereka berganti lagi untuk ketiga kalinya, aku sudah tak sanggup menahan lebih lama lagi, terutama melihat tubuh sexy Febi, kutarik mereka ke ranjang dan kucumbui mereka bersamaan, kami saling bergulingan seperti anak kecil sedang bermain main.

Mereka berebutan melepas pakaian dan celanaku, bahkan suit untuk menentukan siapa yang melepas celana dalamku. Bersama sama mereka mulai menjilati dan mengulum penisku, kedua lidah gadis itu secara bersamaan menyusuri penis dan kantong bola dengan gerakan berbeda, aku segera melayang tinggi didampingi kedua bidadari ini.

"Om percaya nggak, Desi itu udah lama lho kagum sama Om, jadi ini sudah menjadi fantasinya" kata Febi disela kulumannya.

"Ih kamu buka rahasia deh" Desi yang sedang menjilati pahaku mencubih Febi, mereka berdua tertawa sambil terus menjilatiku.

Kedua tanganku meremas remas dua buah dada yang berbeda, baik kekenyalan maupun besarnya, punya Febi lebih besar tapi Desi lebih kenyal dan padat. Febi lebih cepat mengambil inisiatif, kakinya dilangkahkan ke tubuhku hingga posisi 69, Desi yang kalah cepat bergeser di antara kakiku, sambil menjilati Febi aku masih bisa merasakan kuluman dari dua mulut yang berbeda.

Ketika Febi menegakkan tubuhnya melepaskan kulumannya pada penisku, Desi segera mengambil posisi untuk memasukkan penisku ke vaginanya, rupanya takut keduluan Febi dia tak mempedulikan lagi kondomnya seperti sebelumnya, kurasakan vaginanya yang rapat mencengkeram erat penisku, apalagi tanpa kondom, kurasakan makin kuat mencengkeram, hingga semua tertanam dia tak berani bergerak.

"Om kalo keluar bilang ya" rupanya dia masih sedikit sadar

Perlahan tubuhnya turun naik dan mulai menggoyangkan pinggul, penisku terasa diremas dengan hebat, gerakannya makin cepat dan tidak beraturan. Tak lebih lima menit dia turun dari tubuhku.

"Feb, giliranmu, aku nggak udah tahan, bisa keluar duluan aku nanti, habis enak banget sih" katanya.

Mereka bertukar posisi, sepeti sebelumnya penisku langsung masuk ke vagina Febi tanpa hambatan yang berarti, berbeda dengan Desi yang mendiamkan sesaat sebelum mengocok, tubuh Febi langsung turun naik dengan cepatnya, pinggangnya berputar putar sambil tangannya mengelus kantong bola. Aku tak bisa melihat ekspresi wajah Febi karena mukaku tertutup pantat Desi yang tepat berada di atasku dengan vagina terbuka lebar. Jerit dan desahan kedua gadis di atasku saling bersahutan merasakan kenikmatan yang berbeda.

Tak lama kemudian Febi turun, Desi mengikutinya, kedua gadis itu lalu telentang bersebelahan dan membuka kakinya lebar lebar seakan mempersilahkan aku untuk memilihnya, aku bingung, kutatap mata keduanya, sama sama memberikan pandangan yang menggairahkan. Aku yakin Desi tidak bisa bertahan lama, maka kupilih Desi duluan supaya aku bisa menikmati Febi lebih lama dan memuntahkan spermaku ke vagina keponakanku itu.

"Om janji ya kalo keluar di luar saja" katanya ketika aku mendekatinya.

"Kalo aku nggak mau" godaku

"Pleese" Desi memelas

Tanpa menjawab lagi kusapukan penisku ke vaginanya dan mendorongnya masuk perlahan lahan.

"Pelan pelan Om, ini pertama kali aku nggak pake kondom" katanya pelan ketika penisku mulai menerobos liang kenikmatannya.

Kutelungkupkan tubuhku menindih tubuhnya setelah penisku masuk semuanya, pantatku mulai turun naik di atas tubuhnya, desah kenikmatan mengiringi kocokanku. Febi bergeser di belakangku, rupanya dia mengatur kaki Desi, diletakkannya menjepit pinggangku, penisku makin dalam mengisi liang kenikmatannya. Kukocok dia dengan cepat dan keras, kuhentakkan sedalam mungkin, tak kupedulikan desahan kenikmatannya, aku ingin segera membuatnya orgasme dan secepatnya beralih ke tubuh keponakanku yang sedang menunggu giliran. Diluar dugaanku, ternyata Desi tidak segera orgasme seperti perkiraanku, gerakannya malah semakin liar mencengkeramku, justru hampir saja aku keluar duluan kalau tidak segera kuhentikan gerakanku dan kucabut penisku dari vaginanya.

Desi tersenyum penuh kemenangan melihat aku hampir kalah, kuambil napas dalam dalam lalu kutahan dan kuhembuskan pelan pelan. Febi sudah bersiap di sampingnya dengan posisi nungging, kuturunkan teganganku dengan menciumi pantat Febi, menjilati vagina dan anusnya, dia menggeliat geli, kukocok vaginanya dengan dua jariku, dia mendesis. Setelah kurasa aku siap maka langsung kumasukkan penisku ke liang Febi dengan sekali dorong disusul kocokan cepat, dia menjerit nikmat lepas.

"Des, remas dadanya" perintahku sambil mengocoknya keras, Desi memandangku bingung, kuraih tangannya dan kuletakkan di dada Febi, kedua gadis itu kelihatan risih tapi aku tak peduli, kupaksa Desi meremasnya.

Akhirnya Febi bisa menerima remasan Desi di buah dadanya, aku makin bergairah melihatnya, apalagi ketika Desi meremas kedua buah dada yang menggantung itu. Nafsuku makin meninggi ketika Febi membalas meremas buah dada Desi, mereka saling meremas buah dada.

Aku terkejut ketika Febi mengambil inisiatif lebih jauh, tiba tiba dia menciumi buah dada Desi dan menjilati putingnya, mulanya Desi tertawa geli menerima hal itu, tapi kemudian dia ikutan mendesah dan meremas rambut Febi yang ada di dadanya.

Aku makin bergairah dibuatnya, kocokanku makin cepat dan liar, seliar sedotan Febi pada buah dada sahabatnya. Desi menyusupkan tubuhnya di bawah Febi, kepalanya tepat di bawah bukit yang menggantung, mereka saling mengulum buah dada seperti permainan lesbi meski aku yakin mereka bukan golongan itu.

Imajinasiku makin liar melihat kenakalan mereka, kuminta Desi nungging di atas Febi, tubuhnya menempel rapat di punggungnya, memeluk rapat dari belakang, vaginanya tepat di atas pantat Febi, masih tetap mengocok Febi kumasukkan dua jariku ke liang kenikmatannya, kedua gadis itu mendesah bersahutan.

Kutarik keluar penisku dan segera beralih ke liang kenikmatan di atasnya, masih saja kurasakan rapatnya vagina Desi, nikmat yang berbeda dari dua vagina. Kocokanku berpindah dari satu vagina ke vagina lainnya. Aku tak tahu harus mengakhirinya di mana, hampir saja aku orgasme ketika tiba tiba kudengar bunyi HP-ku. Ingin kuabaikan tapi deringnya terasa mengganggu.

"Terima dulu Om, siapa tahu penting, atau mungkin dari Mbak Lily" kata Febi ketika aku sedang mengocok vagina di atasnya.

Terpaksa kutinggalkan kedua vagina yang sedang penuh gairah itu, benar saja istriku menelpon, aku menjauhi mereka, duduk di sofa supaya tidak terdengar suara napas mereka yang sedang ngos-ngosan. Kedua gadis itu menyusulku, Desi bersimpuh di antara kakiku sedangkan Febi duduk di sebelahku, menempelkan telinganya di HP, ikutan mendengar pembicaraanku dengan tantenya, sambil tangannya mengocok penisku bersamaan dengan lidah dan mulut Desi yang menari nari di penisku yang masih menegang. Handphone kuberikan ke Febi ketika istriku mau bicara padanya, akupun tak mau berlama lama bicara sama istriku dalam keadaan seperti ini, bisa bisa bicara sambil mendesah.

"Ya Mbak, ini Om mau antar Febi pulang, udah malam, lagian besok kan kuliah.. agak siang sih, jam 11 pagi kuliahnya.. tapi Febi belum pamit sama ibu Kost, ntar dicari"

Untungnya Febi mengikuti pembicaraan kami tadi hingga bisa langsung nyambung, kubalas Febi dengan mengulum putingnya ketika bicara sama tantenya, dia melototiku.

"..oke deh Mbak, nanti Febi telpon ke kost deh" jawabnya mengakhiri pembicaraan.

"Nakal ya, awas Febi balas" katanya lalu jongkok di sebelah sahabatnya, bersamaan mereka mengulum penisku, lidah kedua gadis itu menyusuri penisku kembali, aku mendesah sambil meremas rambut keduanya.

Begitu nikmat permainan dua lidah, apalagi ketika bibir keponakanku mulai meluncur di batang kemaluanku, sementara sobatnya mempermainkan kantong bola dengan lidahnya, membawaku melayang tinggi dalam kenikmatan.

Akhirnya aku menyerah dalam permainan dua mulut mereka, menyemprotlah spermaku ketika berada di mulut Desi, segera dia menarik keluar tapi terlambat, beberapa semprotan sudah membasahi tenggorokannya. Febi segera meraih penisku dan langsung memasukkan ke mulut mungilnya, semprotanku sempat mengenai wajah dan rambut Desi sebelum akhirnya habis dalam kuluman keponakanku, sedikit tetesan keluar dari celah bibirnya, dia menyedot habis semburan demi semburan hingga tetes terakhir tanpa mengeluarkan dari mulutnya. Kedua gadis itu lalu menyapukan penisku yang sudah lemas ke wajahnya.

Malam itu kuhabiskan dengan mengarungi lautan kenikmatan bersama keponakanku dan sahabatnya, sepertinya mereka tak ada kata puas merengkuh kenikmatan demi kenikmatan, bergantian aku harus melayani mereka sampai kewalahan melayaninya, tapi dengan bantuan film VCD yang kami putar di Laptop, sedikit banyak aku bisa mengimbangi permintaan mereka. Entah jam berapa kami baru bisa tertidur, "terpaksa" aku pulang dengan pesawat terakhir ke Jakarta besoknya, "tak tega" meninggalkan keponakanku tercinta berikut sobat karibnya.

Pesanku sebelum meninggalkannya di airport, jangan merusak rumah tangga orang, jangan merebut suami orang, dan yang paling penting, jangan sampai hamil. Suatu pesan yang tak layak disampaikan seorang paman kepada keponakannya, apa boleh buat, tak mungkin aku menyadarkan Febi dari kelakuannya kalau aku sendiri berperilaku sama, bahkan meniduri keponakanku.